Photobucket

Hamid Alhamid

Sabtu, 27 April 2013

KONTRADIKSI AJARAN SYI’AH, EDISI – 4

Luthfi Bashori (Dinukil dari buku karangan Sulaiman Al-kharasyi) 9. Al-Kulaini menyebutkan dalam kitabnya, al-kafi. “sejumlah pengikut madzhab kami menuturkan kepada kami Ahmad bin Muhammad, dari Abdullah bin al-Hajaj, dari Ahmad bin Umar al Halabi, dari Abu Bashir, ia mengatakan, “Aku menemui Abu Abdillah lalu aku katakan kepadanya, ‘Aku dijadikan sebagai tebusanmu. Sesungguhnya aku bertanya kepadamu tentang masalah di sini yang seseorang akan mendengar ucapanku.’ Maka Abu Abdillah membuka tirai yang mengahalangi antara dirinya dengan rumah lainnya. Lalu ia melihat padanya, lalu bertanya, ‘Wahai Abu Muhammad, bertanyalah tentang apa yang terpetik di hatimu. ‘Aku katakan, ‘Aku dijadikan sebagai tebusanmu.’ …Lalu ia diam sesaat, kemudian mengatakan, ‘Sesungguhnya kita benar-benar memiliki mushaf Fathimah. Tahukah mereka apa mushaf Fathimah itu?’ Aku bertanya, ‘Apakah mushaf Fathimah itu?’ Ia menjawab, ‘Yaitu mushaf yang di dalamnya seperti Quran kalian ini tiga kali lipatnya. Demi Allah, di dalamnya tidak ada satu huruf pun dari Quran kalian.’ Aku katakn, ‘Demi Allah, ini adalah ilmu (yang sebenarnya).’ Ia berkata, “Sungguh ia benar-benar ilmu, sedangkan ia (al-Quran kalian) tidaklah demikian.” Apakah Rasulullah SAW mengetahui Mushaf Fathimah?! Jika beliau tidak mengetahuinya, maka bagaimana ahli baitnya mengetahuinya tanpa sepengetahuan beliau, padahal beliau adalah utusan Allah?! Jika beliau mengetahuinya, mengapa beliau menyembunyikannya dari umatnya? Padahal Allha berfirman yang artinya: “Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.” (Al-Mai’dah: 67) 10. Pada juz pertama dari kitab al-Kafi, karya al Kulaini, terdapat nama-nama perawi yang menukil hadits-hadits Rasulullah dan menukil perkataan ahli bait bagi kaum Syi’ah. Di antaranya sebagi berikut: Mufadhlah bin Umar, Ahmad bin Umar al Halabi, Umar bin Aban, Umar bin udzainah, Umar bin Abdil Aziz, Ibrahim bin Umar, Umar bin Hanzhalah, Musa bin Umar, Al Abbas bin Umar… Semua nama ini memakai nama Umar, baik nama perawi itu sendiri atau pun nama ayahnya. Mengapa mereka diberi nama Umar?! 11. Allah swt berfirman yang artinya: “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.’ Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah:155-157) Allah juga berfirman yang artinya: Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.” (Al-Baqarah: 177) Disebutkan dalam Nahj al-Balaghah, “Setelah wafatnya Nabi SAW, Ali ra. mengatakan yang ditujukan pada beliau, ‘Seandainya engkau tidak melarang berkeluh kesah dan memerintahkan bersabar, niscaya telah aku limpahkan atasmu air duka.” Disebutkan juga bahwa Ali ra. mengatakan, “Barang siapa memukulkan tangannya ke pipinya saat terjadi musibah, maka sungguh telah batal amalnya.” Alhusain mengatakan kepada saudara perempuannya, zainab, di Karbala, sebagaimana dinukil penulis Muntaha al-Amal dalam bahasa Persia, dan terjemahnya : “Wahai saudariku, aku memintamu bersumpah dengan nama Allah, engkau harus memelihara sumpah ini. Jika aku terbunuh, janganlah engkau merobek saku bajumu karena (meratapi) aku, jangan mencakar wajahmu dengan kuku-kukumu, dan jangan pula mngucapkan kata-kata celaka atau kutukan saat aku gugur sebagai syahid.” Abu Ja’far al-Qummi menukil bahwa Amirul Mukminin mengatakan sebagaimana yang diketahui oleh para sahabatnya, “Janganlah memakai pakaian hitam, karena itu adalah pakaian Fir’aun.” Dalam Tafsir ash-Shafi, disebutkan tafsir ayat: “Dan akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik” (Al-Mumtahanah: 12) Bahwa nabi SAW membaiat para wanita untuk tidak menghitamkan pakaian, tidak merobek baju, dan berseru dengan kata-kata celaka. Dalam Furu’ al-Kafi, karya al-Kulaini, Nabi SAW berwasiat kepada Fathimah dengan sabdanya, “jika aku mati, janganlah mencakar wajah, jangan mengurai rambutmu, jangan berseru dengan kata-kata celaka, dan jangan mengadakan ratapan atasku. Berikut ini syaikh Syi’ah, Muhammad bin al-Husain bin Babuwaih al-Qummi, yang dijuluki dikalangan meraka dengan ash-Shaduq berkata, “Di antara kata-kata Rasullah yang belum pernah diucapkan sebelumnya, “Ratapan termasuk perbuatan jahiliyyah. Demikian pula ulama mereka: al-Majalisi, an-Nuri, dan al-Burujardi meriwayatkan dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Ada dua suara terlaknat yang dibenci oleh Allah: menangis ketika terjadi musibah dan suara ketika bersenandung, yaitu ratapan dan nyanyian. Ada pernyataan setelah memaparkan semua riwayat ini: Mengapa Syi’ah, menyelisihi kebenaran yang disebutkan didalamny?! Siapa yang akan kami percaya Rasul dan Ahli Bait ataukah tokoh agama?!. Komentar Pejuang : Jika diteliti dengan seksama, ternyata semua perilaku kaum Syi’ah dewasa ini, sangatlah bertentangan dengan ajaran-ajaran tokoh-tokoh yang selama ini diklaim oleh mereka sebagai imam Syi’ah. Dengna demikian, umat Islam semakin tahu dengan jelas bahwa ibarat jauh api dari panggang, maksudnya jauh sekali tokoh-tokoh sekaliber Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Sayyidina Fathimah, Sayyidina Husain bin Ali serta semua Ahli Baitinya Nabi SAW dari ajaran Syi’ah itu sendiri. Bahkan nyaris telah dilakukan tuduhan keji dan kebohongan yang nyata oleh kaum Syi’ah terhadap Ahli Baitnya Nabi SAW. Nah, yang kini menjadi tampak konyol dan tidak rasional, adalah jika umat Islam mengetahui bahwa ada oknum dari kalangan anak cucu Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib serta kalangan umum, yang terjerumus ke dalam lobang jurang aqidah Syi’ah Imamiyyah, yang adakalanya karena keawwamannya terhadap ajaran syariat Islam yang langsung diajarkan oleh Nabi SAW, atau karena tergiur dana yang sangat besar yang dikucurkan oleh negeri para Mulla Syi’ah, yaitu negara Iran yang terkenal kaya uranium.

0 komentar: