Photobucket

Hamid Alhamid

Senin, 12 Juli 2010

Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas

Sang Penyusun Ratib Al-Atthas

Karamahnya sudah tampak sejak dalam kandungan ibundanya. Meski kehilangan penglihatan sejak kecil, ia giat menuntut ilmu. Dialah salah seorang ulama besar Hadramaut.
Di Hadramaut ada seorang ulama besar, seorang wali, yang sangat termasyhur karena karamah-karamahnya. Dialah Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas, lahir pada 992 H/1572 M di Desa Lisk, dekat kota Inat, Hadramaut. Dialah pula yang mula-mula mendapat gelar Al-Atthas, “orang yang bersin”. Disebut demikian karena, konon, ketika masih berada dalam kandungan ibundanya, Syarifah Muznah binti Muhammad Al-Jufri, ia sering bersin. Janin yang masih dalam kandungan, dan bisa bersin, tentulah luar biasa. Dan itulah karamah pertama Habib Umar.

Meski sejak kecil ia sudah kehilangan penglihatan, Allah SWT menerangi kalbunya sehingga ia mampu menyerap dengan baik segala pengetahuan tentang agama yang diajarkan oleh ayahandanya, Al-Imam Abdurrahman bin Aqil. Semangat belajarnya memang sangat besar. Tak jemu-jemunya ia menuntut ilmu kepada beberapa ulama besar, seperti Syekh Abu Bakar bin Salim, Muhammad bin Abdurrahman Al-Hadi, Syekh Umar bin Isa As-Samarqandi. Sementara guru utama yang paling ia hormati ialah Habib Husein bin Syekh Abubakar bin Salim.
Ia banyak belajar tasawuf, terutama dari Syekh Umar bin Isa Barakwah As-Samarqandi. Setelah merasa cukup menuntut ilmu, ia membuka taklim dengan mengajarkan ilmu agama. Dakwahnya pun menyebar ke segenap penjuru Hadramaut.
Belakangan ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin, pengayom anak yatim piatu, janda, dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia gunakan untuk melakukan riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan sangat jarang tidur.
Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan beberapa karamahnya. Ia sangat termasyhur, bahkan sampai ke negari Cina. Suatu hari, salah seorang anak Habib Abdurrahman melawat ke Cina. Di sana ia bertemu seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal ia tidak mengenalnya.
”Bagaimana engkau mengenalku, padahal kita belum pernah berjumpa?” tanyanya.
”Bagaimana aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas, adalah guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri kami dan ia sangat terkenal di negeri ini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak antara Hadramaut dan Cina sangat jauh, namun Habib Umar telah berdakwah sampai ke sana.
Syekh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita, ”Satu kali Habib Umar mendamaikan beberapa suku yang berperang sampai berkali-kali. Tapi, tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan baik. Karena itu beliau pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah biji tasbih itu menjadi ular. Barulah mereka sadar dan mohon maaf.”
Nama Habib Umar tak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberinya judul ‘Azizul Manal wa Fathu Babil Wishal, alias “Anugerah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan” – yang di belakang hari sangat terkenal sebagai Ratib Al-Atthas. Habib Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan hikmah telah kutitipkan di dalam ratib itu.”

Melindungi Kota
Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta Pusat), Ratib Al-Aththas lebih tua dibanding Ratib Al-Haddad. Ratib Al-Haddad disusun pada 1071 H/1651 M oleh Habib Abdullah Al-Haddad, atau sekitar 350 tahun lalu, sedang Ratib Al-Atthas disusun jauh sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa yang tidak ada dalam Ratib Al-Atthas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad, demikian pula sebaliknya. Namun, seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Ratib Al-Atthas biasa dibaca usai salat Magrib, tapi boleh juga dibaca setiap pagi, siang, atau tengah malam. Bisa dibaca sendiri atau secara berjemaah. Manfaat ratib ini sangat besar. Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan, dengan membaca Ratib Al-Atthas atau Ratib Al-Haddad setiap malam, Allah SWT akan menjaga dan memelihara seluruh penghuni kota tempat tinggal kita, menganugerahkan kesehatan, dan mengucurkan rezeki-Nya kepada segenap penduduk.
Dalam keadaan sangat khusus dan mendesak, ratib tersebut bisa dibaca tujuh hingga 41 kali berturut-turut. Pendapat ini mengacu pada beberapa hadis Rasulullah SAW tentang manfaat istigfar dan doa-doa lainnya. Sebab, dalam ratib-ratib tersebut antara lain terdapat selawat, tahlil, tasbih, tahmid, dan istigfar.
Begitu hebat fadilah atau keutamaan ratib-ratib itu, hingga Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Muhsin bin Husein Al-Atthas menyatakan bahwa mereka yang mengamalkan ratib tersebut tidak akan terluka jika pada suatu hari terpatuk ular. “Orang yang biasa mengamalkan ratib-ratib itu tidak akan merasa takut, ia akan selamat dari segala yang ditakuti,” katanya.
Betapa hormat para ulama kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas. Tergambar ketika suatu hari seorang ulama, Syekh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Masjidilharam, Habib Muhammad bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga Habib Muhammad pun menundukan kepala sejenak, lalu katanya, ”Layaklah setiap orang menundukkan kepala kepada Habib Umar. Demi Allah, saya mendengar suara gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di bawah langit ini tidak ada orang lebih utama daripada beliau.”
Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas wafat pada 23 Rabiulakhir 1072 H/1652 M, dan jenazahnya dimakamkan di Hadramaut. Sampai sekarang, makamnya selalu dikunjungi banyak peziarah dari berbagai belahan dunia.

—————————————————————————————–

Di ruangan ini, akan dicatatkan serba sedikit riwayat hidup al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas, seorang ulama dan wali besar di negeri Hadhramaut, yang merupakan pengasas ratib al-Attas.

Dipetik dari:
+

Biografi al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas, oleh Thohir bin Abdullah al-Kaf, terbitan Daar al-Muhajir
+

Ringkasan Sejarah al-Habib Umar ibn Abdurrahman al-Attas: dalam rangka peringatan Haul yang ke-347 al-Imam al-Arif Billah al-Qutb Rabbani Tahyyibul Anfas al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas
+

Kelebihan Ratib: Huraian Ratib al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas, oleh Syed Hassan bin Muhammad al-Attas, Masjid Ba’alwi Singapura, terbitan Hamid Offset Service

Nasab al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas

Nama beliau adalah Umar bin Abdurrahman bin Agil bin Salim bin Ubaidullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Syeikh al Ghauts Abdurrahman as-Seggaf bin Muhammad Maulah Dawilah bin Ali bin Alawi al Ghoyur bin Sayyidina al Faqih al Muqaddam Muhammad bin Ali binl Imam Muhammad Shahib Mirbath bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidullah bin Imam al Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad an Naqib binl Imam Ali al Uraidhi bin Jaafar as Shadiq binl Imam Muhammad al Baqir binl Imam Ali Zainal Abidin binl Imam Hussein as Sibith binl Imam Ali bin Abi Thalib dan binl Batul Fatimah az-Zahra binti Rasullullah S.A.W.

Asal dinamakan ‘Al Attas’

Kata al-Faqih Abdullah bin Umar Ba’ubad:
“Beliau dinamakan al-Attas yang bermaksud bersin, kerana beliau pernah bersin ketika masih berada di dalam perut ibunya”. Kata al- Habib Ali bin Hassan al-Attas: “Sebenarnya apa yang diucapkan oleh Syeikh al-Faqih Abdullah bin Umar Ba’ubad adalah benar, hanya saja menurut khabar yang paling benar dikatakan bahawa pertama kali bersin ketika masih berada di perut ibunya adalah Habib Aqil yang terkenal hanya Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas, sehingga berita itu hanya dikenal pada diri beliau dan anak beliau dan anak cucu Aqil dan Abdullah, saudara beliau. Sedangkan anak cucu Sayyidina Aqil bin Salim yang lain dikenal dengan nama keluarga Aqil bin Salim”.

Berkata al-Habib Ali bin Hassan: “Tidak henti-hentinya didengar dari mereka suara bersin di perut-perut sebahagian ibu waktu demi waktu, sebagaimana yang diberitahukan oleh isteriku, seorang wanita solehah. Syeikha binti Sahal bin Abi Bakar bin Syaiban bin Ahmad bin Ishaq, katanya: “Pada suatu hari sewaktu aku duduk bersama Sharifah Fatimah bin Habib Muhammad Basurah Ba’alawi, waktu itu aku sedang mengandung puteramu yang bernama al Hasan yang pertama, aku terdengar ia bersin ketika ia masih di dalam perutku, aku dan Sharifah Fatimah mendengar suara bersin itu dengan jelas, dan ia dilahirkan pada waktu 1147 H, tetapi ia wafat waktu masih kecil”.

Al Habib Ali bin Hussain al-Attas menyebutkan di dalam kitabnya Ta’jul A’raas juz pertama halaman 40. bahawa di Mekah pernah didengar suara bersin ddari anak yang masih di dalam perut ibunya, tentunya kejadian itu termasuk kejadian karamah yang diakui oleh kalangan Ahlu Sunnah, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab-kitab Tauhid dan Aqoid mereka beserta dalil-dalilnya yang terkenal yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah.

Imam Nawawi pernah menyebutkan di dalam kitabnya Riyaadhus Shalihin di dalam bab al-Karamat. Disebutkan dalam kitab itu sebuah hadith yang memberitakan kisah seorang rahib yaang bernama Juraij, yang kerananya Allah menakdirkan seorang bayi bercakap-cakap untuk memberikan kesaksian tentang diri Juraij, tentunya bersin ketika seorang bayi masih di dalam kandungan ibunya tidak berbeza jauh dengan seorang bayi yang bisa bercakap-cakap setelah ia lahir, kejadian-kejadian semacam ini tidak sulit bagi Allah sebab Allah Maha Kuasa untuk mentakdirkan apa saja yang Dia kehendaki.

Kelahiran dan tempat diasuhnya al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas

Beliau dilahirkan di desa Lisk dekat dengan desa Ainat, di bahagian bawah negeri Hadhramaut, di akhir abad ke-10, tepatnya pada tahun 992H. Sejak kecilnya beliau diasuh dan dididik oleh ayah beliau sendiri, al-Habib Abdul Rahman bin Aqil. Meskipun mata beliau buta sejak kecil, tetapi Allah memberinya kecerdasan otak dan pandangan hati ( Bashirah ), sehingga beliau mudah menghafal apa saja yang pernah didengarnya.

Ayah beliau, al-Habib Abdul Rahman bin Aqil pernah berkata pada Syeikh Abdurrahman bin Aqil al-Junied Bawazir yang dikenal dengan panggilan al-Mu’allim: “Hendaknya anda lebih banyak memberikan perhatian kepada Umar, kerana kedua matanya tidak dapat melihat”. Jawab Syeikh Abdurrahman: “Meskipun kedua mata Umar tidak dapat melihat, tetapi pandangan Bashirahnya dapat melihat, disebabkan hatinya bersinar”.

Sejak kecil beliau anak yang tekun beribadah, hidup zuhud berpaling dari dunia dan sejak kecil sudah terlihat tanda-tanda kebesaran pada diri beliau. Sejak kecil, beliau sering ke kota Tarim dari dusunnya Lisk dan melakukan sholat dua rakaat di setiap masjid yang ada di kota Tarim, bahkan kadang menimba air dari sumur untuk mengisi kolam-kolam masjid.

Di masa kecilnya, beliau senantiasa dibimbing oleh ayah beliau dan guru-guru beliau, misalnya al-Habib Hussien, al-Habib Hamid, al-Habib Muhdhor, putra-putra Saiyidina Syeikh Abu Bakar bin Salim yang sering dikunjungi oleh ayah beliau, iaitu al-Habib Abdul Rahman bin Aqil.

Ayahanda al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas

Al-Habib Abdul Rahman bin Aqil adalah seorang Arif Billah, seorang ulama yang taat menjalani hukum-hukum Allah, beliau tokoh para wali terkemuka, beliau pernah menerima ilmu dan wilayah dari pamannya, iaitu Syeikh abu Bakar bin Salim, pamannya yang satu ini amat cinta kepada Sayyid Abdul Rahman dan kepada ayah beliau iaitu al-Habib Aqil. Al-Habib Aqil adalah saudara sekandung dengan Syeikh abu Bakar bin Salim, yang mana Syeikh Abu Bakar bin Salim ada menyebut tentang saudaranya yang satu ini:

“Apa yang ada di Wali Masyhur ( iaitu dirinya ), tidak lain hanyalah berkat Wali Mastur ( iaitu saudaranyaa yang bernama Aqil )”

Al-Habib Abdul Rahman bin Aqil adalah seorang yang mulia, suci dan hati yang bersih, beliau sering mengunjungi Wadi Amed dan Wadi Kaser, penduduk kawasan-kawasan itu senantiasa menghormatinya, mengagungkannya dan memohon barakah beliau. Beliau mempunyai pelbagai karomah, di antaranya adalah pada suatu hari beliau berkunjung di suatu desa yang ada di Wadi Amed. Ketika itu hujan turun lebat sehingga beliau berkata kepada untanya: “Pergilah engkau dan carilah sebuah tempat berteduh dan akupun akan berbuat yang sama dan besok kita bertemu di desa Qaran bin Adwan”. Keesokan harinya ketika beliau tiba di desa Qaran, maka beliiau tidak mendapati untanya, sehingga beliau bertanya kepada pembantunya: “Ke manakah perginya unta?” Tetapi sang pembantu tidak dapat menemukannya. Pada keesokan paginya, unta itu datang lengkap dengan barang-barangnya.

Ketika al-Habib Abdul Rahman wafat di kota Huraidhah, maka al-habib Umar menyuruh pembantunya untuk membantu pencari tanah yang cocok untuk dijadikan sebagai kuburan ayahnya, akhirnya sang pembantu mendapatkan sebidang tanah yang ditandai dengan sebuah tiang dari cahaya, akhirnya al-Habib Abdul Rahman dimakamkan di temppat tersebut. Biasanya jika al-Habib Umar berziaraah ke makam ayahnya, maka beliau bercakap-cakap dengan ayah beliau dari balik kubur.

Al-Habib Abdul Rahman bin Aqil bernikah dengan dua orang wanita, iaitu Syarifah Muznah binti Muhammad bin Ahmad bin Alawi al-Jufri. Syarifah ini adalah bondaa bagi al-Habib Umar dan saudara-saudara sekandungnya, iaitu al-Habib Abdullah dan al-Hababah Alawiyah. Selanjutnya beliau bernikah dengan seorang wanita ddarri Yemen dari keluarga al-Bathouq salah satu dari kabilah Bani Ahmad iaitu Arobiyah binti Yamani Bathouq. Isteri beliau yang kedua ini melahirkan beberapa orang anak di antaranya Aqil, Sholeh, Musyayakh dan Maryam.

Pada umumnya beliau berdomisili di Lisk, tetapi beliau sering berkunjung ke Ainat, Tarim, Wadi Amed, al-Qaser dan Do’an. Akhirnya beliau ditakdirkan ppindah di Huraidzah beberapa saat sebelum beliau wafat iaitu bertepatan ketika al-Habib Umar telah mendapat petunjuk dari kedua guru beliau iaitu al-Habib Hussein adn al-Habib Hamid putra Syeikh Abu Bakar bin Salim untuk pindah ke Huraidzah. Di desa Huraidzah inilah beliau wafat.

Bonda al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas

Bonda beliau berrnama Syarifah Muznah binti Muhammad bin Alawi al-Jufri. Bonda beliau termasuk seorang yang shalih. Dikisahkan bahawa putra Syarifah Muznah meninggal dunia dalam usia kecil, ia bernama Ahmad. Setelah beberapa hari dari saat kematiannya, maka ada seekor burung kecil berwarna hijau yang sering datang mengunjungi Syarifah Muznah ini, sampai beliau berkata. “Jika engkau adalah ruh putraku yang telah wafat, amak ddatanglah ke tanganku”. Setelah Syarifah Muznah menghulurkan tangannya, maka burung kecil itu hinggap ke tangannya dan menciumnya, kemudian beliau melepaskannya kembali, sehingga burung itu terbang dari tangan beliau.

Saudara al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas

Beliau mempunyai empat orang saudara lelaki dan dua perempuan. Adapun yang sekandung dengan beliau adalah Abdullah dan Alawiyah, sedangkan Sholeh, Aqil, Musyayakh dan Maryam saudara dari ayah, ibu mereka seorang wanita Yemen dari keluarga Bathouq dari kabilah Bani Ahmad.

Adapun saudaara beliau iaitu al-Habib Abdullah bin Abdul Rahman termasuk seorang tokoh wali yang terkenal, ia pernah melakukan pelbagai latihan riadah dan mujahadah. Dan pergi berdakwah ke gunung Al Yafi’ tempat Bani Yafi’, setelah mendapat izin dari gurunya yang bernama al-Habib Hussein bin Abu Bakar bin Salim dengan disertai oleh pembantunya yang bernama Ali bin Ahmad Harharah Al Yafi’i.

Beliau menetap di desa Ma’zubah, sempat menikah di desa itu dan mempunyai anak cucu. Makam beliau dan anak-anaknya di desa itu banyak diziarahi orang dari berbagai tempat yaang jauh. Mereka diberi berbagai karomah yang tidak sedikit jumlahnya, menurut al-Habib Ali bin Hassan al-Attas, anak cucu beliau, ada seratus orang lebih yang sempat dihitung di waktu Habib Ali masih hidup.

Saudara Habib Umar yang bernama al-Habib Aqil dikenal sebagai seorang ulama yang selalu mengamalkan ilmunya. Al-Habib Aqil ini pernah berguru dari Syeikh Muhammad biin Umar al-Afif di desa al-Hajrain, hingga banyak orang yang menimba ilmu dari beliau setelah beliau kembali ke Huraidzah. Setiap harinya al-Habib Umar menyempatkan diri untuk menghadiri Majlis Ta’lim al-Habib Aqil setiap kali setelah beliau kembali dari makam ayahnya.

Al-Habib Aqil wafat di kala Habib Umar masih hidup. Beliau meninggalkan beberapa putra dan putri. Setelah ayahnya wafat, maka Habib Umar mengasuh mereka dengan sebaik-baik asuhan. Setelah putra-putra Habib Aqil dewasa, maka al-Habib Umar mengawinkan dengan putri-putri beliau.

Adapun Musyayakh termasuk seorang yang sholeh, beliau wafat di masa hidup al-Habib Umar, beliau meninggalkan seorang putri. Adapun Sholeh, ia mempunyai seorang putra bernama Hussein. Adapun saudaranya iaitu Maryam, telah menikah dengan Habib Syeikh bin Abdillah al-Musawa, dan mempunyai beberapa oraang putra.

Pindahnya al-Habib Umar ke kota Huraidhah

Al-Habib Hussein bin Abu Bakar bin Salim sering berkata: “Wahai keluarga Ba’alwi Huraidzah?” Maka dikatakan kepada beliau bahawa tidak seorang pun dari keluarga Ba’alwi yang ada di desa itu, maka ia berkata: “Kelak di desa itu akan didatangi keluarga Ba’alwi, wajah-wajah mereka bagaikan bulan, dan akan memberikan manfaat kepada orang banyak.”

Ketika al-Habib Umar mencapai usia akil baligh, maka guru beliau yang bernama al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin Salim menyuruh beliau untuk berdakwah ke desa al-Huraidzah. Demikian pula guru beliau yang bernama al-Habib Hamid bin Syeikh Abu Bakar juga menyuruh beliau untuk segera berdakwah di desa al-Huraidzah. Maka dengan bekal perintah dari kedua guru beliau, al-Habib Umar segera berdakwah ke Huraidzah.

Al-Habib Ali bin Hussain al-Attas menyebut di dalam kitab Taajul A’raas juz 2 halaman 111 bahawa pada mulanya al-Habib Umar sering pulang pergi ke Huraidzah. Akhirnya beliau menetap di sana pada tahun 1040 H.

Ketika al-Habib Umar tiba di Huraidzah untuk pertama kalinya, beliau diminta oleh Syeikh Najjaad Adz Dzibyani untuk menetap di rumahnya, dia sangat menghormati beliau dan mengatakan: “Ini rumah-rumahmu” Sehingga Syeikh Najjaad mendapat barakah yang luar biasa dari beliau.

Di desa itu ada seorang wanita yang bernama Sholahah, ia bernazar untuk memberikan hartanya dan bagian dari rumahnya kepada Habib Umar, kemudian al-Habib Umar meminangnya sebagai imbalan atas kebajikannya itu.

Selanjutnya, sebelum al-Habib Umar menetap di desa al-Huraidzah, maka beliau kembali ke desa Lisk lebih dahulu untuk mengajak ayahnya ddan saudara-saudaranya untuk pindah ke Huraidzah. Pada mulanya ajakan al-Habib Umar untuk pindah ke desa Huraidzah ditolak ayah beliau, tetapi setelah keduanya minta pendapat dari al-Habib Hamid dan al-Habib Hussein, maka kedua guru beliau menyuruh al-Habib Abdul Rahman untuk mengikuti minat al-Habib Umar. Keduanya mengatakan: “Wahai Abdul Rahman, pergilah bersama Umar, dan ikuti serta pegangi pendapatnya, sekalipun kau adalah ayahnya dan diia anakmu”. Sehingga al-Habib Abdul Rahman berkata kepada putranya: “Wahai Umar, kalau sekarang kami mau mengikuti pendapatmu , maka lakukanlah apa saja yang terbaik bagi kami”. Selanjutnya seluruh keluarga al-Habib Umar segera meninggalkan Lisk menuju ke desa al-Huraidzah. Ketika rombongan itu tiba di desa Manwab, maka al-Habib Umarr berkata: “Hendaknya kalian melanjutkan perjalanan sampai ke Huraidzah, sebbab aku hendak singgah dulu di tempat isteriku yang ada di desa ini”. Maka rombongan itu meneruskan perjalanannya ke desa al-Huraidzah, sedangakan al-Habib Umar singgah dan menetap di desa Manwab selama satu minggu.

Al-Habib Abdul Rahman, ayah al-Habib Umar mulai merasa sakit setibanya beliau di desa Huraidzah, dan kerana sakit setibanya beliau, maka beliau takut kalau ajalnya tiba, sedangkan Habib Umar tidak ada di sisi beliau, kerana itu ketika al-Habib Umar tiba, maka beliau menegur al-Habib Umar, tetapi al-Habib Umar mengajukan alasannya dan mohon maaf sebesar-besarnya atas keterlambatannya itu, sehingga ayahnya mau memaafkannya.

Dan sakitnya yang menyebabkan ajalnya tiba itu, al-Habib Abdul Rahman merasa takut kalau al-Habib Umar tidak memperhatikan saudara-saudaranya yang masih kecil dari ibu lain, sebab beliau tahu ibu tirinya al-Habib Umar tidak sayang padanya sebagaimana umumnya kaum wanita. Di saat ayahnya risaukan hal itu, maka al-Habib Umar yang mengetahuinya secara Khasaf, maka beliau mendekati ayahnya dan beliau berkata: “Wahai ayahku, tenanglah jangan engkau fikirkan tentang keluargamu, aku Insya-Allah akan menyayangi saudara-saudaraku lebih dari menyayangi diriku sendiri”. Maka hati al-Habib Abdul Rahman menjadi gembira dan beliau mendoakan kebajikan baggi Habib Umar, apalagi di saat itu, beliau sedang menyaksikan alam akhirat, tentu doa seorang ayah yang sholeh bagi anaknya yang sholeh pula, akan sama dengan doa seorang Nabi buat umatnya, apalagi al-Habib Abdul Rahman waktu itu sedang sakit, Rasulullah pernah bersabda: “Jika kalian mengunjungi orang yang sedang sakit, maka mintalah doa bagi kalian”. Al-Habib Umar memenuhi janjinya kepada ayahnya dan beliau sangat memperhatikan kebutuhan saudara-saudaranya, terutama dari segi pendidikan dan pemeliharaannya.

Wafatnya ayahanda al-Habib Umar

Beliau wafat setelah delapan hari tiba di desa al-Huraidzah. Al-Habib Umar sibuk mempersiapkan perawatan jenazah ayah beliau, kemudian beliau menyuruh pembantunya Mahmud an-Najar untuk memilih kubur bagi ayahnya. Ketika Mahmud masuk di perkuburan al-Huraidzah, maka ia dapatkan ada sebuah tanah yang disinari seberkas cahaya langit, maka di tempat itulah al-Habib Abdul Rahman dikuburkan.

Al-Habib Umar rajin berziarah ke makam ayahnya, bahkan tidak seharipun beliau pernah melupakannya. Pada suatu hari al-Habib Umar berkata: “Ketika aku tidak berziarah ke makam ayahku selama beberapa hari, maka aku lihat ayahku dalam mimpiku amat murka kepadaku kerana aku tidak menziarahi beliau selama beberapa hari, aku lihat jasad beliau menjadi besar, sehingga aku sulit untuk berjabat tangan dengan beliau dikeranakan tingginya jasad beliau”.

Hubungan erat antara al-Habib Umar dengan Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Afif

Dulu sebelum al-Habib Umar tiba di desa al-Huraidzah, maka penduduknya sangat berkeyakinan kepada kewalian para sesepuh al-Masyaikh dari keluarga al-Afif. Pada suatu hari, penduduknya minta kepada Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Afif, seorang wali dan sholeh yang terkemuka, untuk memohonkan air hujan bagi penduduk desa Huraidzah. Kemudian mereka keluar menuju ke suatu kubur wali, kebetulan pada saat itu al-Habib Umar masih baru di desa itu dan masih belum dikenal orang, sehingga penduduknya tidak memberitahu kepada beliau untuk berdoa bersama dengan mereka dan merekapun tidak memberitahu kepada Syeikh Abdullah al-Afif tersebut tentang keberadaan al-Habib Umar, sampai setelah mereka melakukan doa bersama untuk memohon air hujan, lalu terdapat pembicaraan sekitar keberadaan al-Habib Umar, maka Syeikh Abdullah berkata kepada mereka: “Mengapa kalian tidak memberitahukan aku tentang keberadaan al-Habib Umar, mungkin doa kalian tidak akan diterima dan air hujan tidak akan turun”. Kemudian Syeikh Abdullah segera meninggalkan tempat itu, kemudian mendatangi Habib Umar untuk mohon maaf. Kata al-Habib Umar: “Wahai Syeikh Abdullah, desa ini adalah desa kalian dan aku di desa ini hanya orang asing yang baru datang”. Kata Syeikh Abdullah: “Bukan demikian wahai tuanku, bahkan desa ini adalah milikmu dan aku tidak mempunyai hak apapun setelah tuan ada di sini”.

Al-Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi berkata: “Memang, al-Habib Umar mempunyai hubungan yang erat dengan Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Afif. Dan Syeikh Abdullah pernah berkata kepada beliau: “Memang, Huraidzah adalah desa kami, akan tetapi kami serahkan kepada kamu”. Disebutkan bahawa Syeikh Abdullah pernah minta pakaian (Libas) dari al-Habib Umar, maka kata beliau: “Besarnya rasa cintamu, hal itu sudah cukup”.

Dalam juz kedua di dalam buku Taajul A’raas disebutkan, bahwa al-Habib Ahmad binl Hassan al-Attas pernah menyebutkan tentang kisah Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Afif: “Di desa Huraidzah, Syeikh Abdullah al-Afif mempunyai sebuah kebun kurma, ketika al-Habib Umar tiba di desa itu, maka Syeikh Abdullah bernazar untuk memberikan kebun kurma itu kepada al-Habib Umar. Ketika hal itu diutarakan kepada al-Habib Umar, maka beliau berkata kepada penduduk Huraidzah: “Wahai penduduk, bagaimanakah pendapat kalian tentang nazar Syeikh Abdullah?” Jawab penduduk Huraidzah: “Menurut kami, nazar Syeikh Abdullah adalah benar”. Jawab Habib Umar: “Kalau begitu, tanah ini aku terima tetapi aku hadiahkan kembali bagi kalian semua sebagai nazar dari aku, maka terimalah tanah itu dari aku”. Ada seorang di antara mereka yang berkata kepada beliau: “Mengapakah engkau tidak memberikannya kepada keluargamu?” Kata al-Habib Umar: “Kelak anak cucuku akan memiliki desa ini semuanya”.

Guru-guru al-Habib Umar al-Attas

Beliau berguru dari orang-orang yang pernah berguru dari Sayyidina Syeikh Abu Bakar bin Salim, terutama dari putra-putranya, iaitu al-Habib Muhdhor bin Syeikh Abu Bakar, al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar dan al-Habib Hamid bin Syeikh Abu Bakar.

Al-Habib Umar juga pernah berguru dari Habib Muhammad bin Abdurrahman al-Hadi, dari Sayyid Umar bin Isa Barakwah as-Samarkandi al-Maghribi yang dimakamkan di desa al-Ghurfah. Demikian pula al-Habib Umar sering mengunjungi Syeikh al-Kabir Ahmad bin Shahal bin Ishaq al-Hainani. Selain itu, beliau sangat erat hubungannya dan selalu mengunjungi Habib Abu Bakar bin Abdurrahman bin Syihab dan Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Afif dan Syeikh Ahmad bin Abdul Kadir Ba’syin, Shahib Rubath. Beliau pun sering mengunjungi Habib Abu Bakar bin Muhammad Balfaqih, Shahib Qaidun. Selain itu, beliau gemar mengunjungi orang-orang soleh dari Ahlul Bait maupun dari keluarga al-Masyaikh dan orang-orang yang soleh.

Al-Habib Umar sangat mengagungkan dan menghormati guru beliau yang bernama al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin Salim. sampaipun, bila al-Habib Umar mendengar nama gurunya yang satu ini disebut orang, maka wajah beliau berubah kerana mengagungkan gurunya yang satu ini, bahkan adakalanya al-Habib Umar bercakap-cakap dengan al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar di tengah satu majlis, sedangkan ucapan keduanya tidak dapat dimengertikan orang lain. Syeikh Ali bin Abdillah Baraas berkata: “Al-Habib Umar berkata, pada suatu hari aku mendatangi al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin Salim dengan maksud untuk mudzakarah tentang tariqah Tasawwuf, kebetulan ketika itu al-Habib Hussein sedang berada di tengah anggota majlis ta’alimnya. Kemudian beliau berkata: “Wahai Umar, seseorang yang tidak mengerti suati isyarat, maka ia tidak akan dapat mengambil manfaat dari ibarat yang terang dan siapa yang menjelaskan kata-kata yang sudah jelas dengan kata-kata yang lebih jelas, ada kalanya dapat menambah pendengarannya makin bertambah bingung”. Selanjutnya al-Habib Umar berkata: “Timbul rasa takut di hatiku bahwa tutur kata guruku setela kata-kata itu sengaja ditujukan bagiku”.

Al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin Salim sangat menghormati al-Habib Umar, bahkan beliau lebih mengunggulkan al-Habib Umar dari saudara-saudaranya dan kawan-kawannya. Al-Habib Hussein tidak pernah berdiri untuk menghormati orang, seperti halnya untuk al-Habib Umar, hal itu tidak lain dikarenakan tingginya kedudukan Habib Umar.

Pada suatu hari al-Habib Umar bersama sekelompok para tokoh Alawiyin datang ke tempat al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin Salim, pada waktu itu al-Habib Umar merupakan satu-satunya orang yang paling merendahkan diri dan memakai pakaian ang paling sederhana, ditambah lagi kedua matanya tidak dapat melihat. Ketika al-Habib Hussein melihat al-Habib Umar berada di paling belakang rombongan itu, maka al-Habib Hussein berubah wajahnya, kemudian beliau berkata kepada orang-orang yang terkemuka dari rombongan itu: “Sesungguhnya kalian hanya lebih mengutamakan penampilan lahiriah, dan kalian tidak mau memuliakan orang yang paling mulia menurut kedudukan yang sepantasnya, andakata kalian tahu kemuliaan lelaki ini, iaitu al-Habib Umar, pasti kedudukan kalian tidak ada artinya, leher-leher kalian akan menunuduk dan ruh serta jasad kalian akan rindu kepadanya”. Kemudian beliau menyebutkan keutamaan-keutamaan al-Habib Umar yang menyebabkan mereka berasa betapa kecilnya dirinya masing-masing”.

Silsilah isnad al-Habib Umar dalam menerima hirqah

Al-Habib Umar menerima selendang hirqah dari al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin Salim, sedangkan beliau menerimanya dari saudaranya iaitu Syeikh Umar al-Muhdhor, beliau menerimana dari ayah beliau, iaitu Syeikh Abu Bakar bin Salim, Shahib Ainat, beliau menerimanya dari Syeikh Syihabudin Ahmad bin Abdurrahman, beliau menerimanya dari ayah beliau, Syeikh Abdurrahman bin Ali, beliau menerimanya dari ayahnya, Syeikh Ali bin Abu Bakar, beliau menerimanya dari ayahnya, Syeikh Abu Bakar Sakran, beliau menerimanya dari ayahnya, Syeikh al-Kabir Abdurrahman as-Seggaf, beliau menerimanya dari ayahnya, iaitu Syeikh Muhammad Mauladawilah, beliau menerimanya dai ayahnya, Syeikh Ali bin Alawi, beliau menerimanya dari ayahnya, Syeikh Alwi bin Faqih al-Muqaddam, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Ustadzul A’dzam al-Faqih al-Muqaddam Sayyidina Muhammad bin Ali Ba’alawi.

Adapun sumber penisbatan al-Hirqah dan silsilah isnad bagi Syeikh al-Faqih al-Muqaddam berasal dua jalur, salah satu dari jalur ayah-ayah beliau iaitu beliau dididik dan menerimanya dari ayah beliau, Ali bin Muhammad dan dari paman beliau, Alawi bin Muhammad, keduanya menerima dari ayahnya Muahmmad Syahib Mirbath, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali Khali’ Qasam, beliau menerimanya dari ayahnya, Alawi Shahib Samal, beliau menerimanya dari ayahnya, Ubaidillah, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa, beliau menerimanya dari ayahnya, Isa an-Naqib, beliau menerimanya dari ayahnya, Muhammad, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali al-Uraidhi, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Ja’far as-Shoddiq, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Muhammad al-Baqir, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali Zainal Abidin, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam al-Hussein dan dari pamannya al-Imam al-Hassan, keduanya menerima dari kakeknya Nabi Muhammad SAW, juga dari ayahnya al-Imam Ali bin Abi Thalib sedangkan Nabi SAW menerimanya dari Allah seperti yang beliau katakan:

“Aku dididik oleh Tuhanku dan ia mendidikku dengan sebaik-baik didikan”.

Adapun jalur kedua yang diterima oleh Sayyidina al-Faqih al-Muqaddam Thoriqoh Syuai’biyah iaitu lewat Syeikh Syu’aib Abu Madyan al-Maghribi dengan perantaraan Abdurrahman al-Muq’ad dan Abdullah as-Shaleh. Sedangkan Syeikh Syu’aib Abu Madyan menerimanya dari Syeikh Abu Ya’izza al-Maghrabi, beliau menerimanya dari Syeikh Abul Hasan bin Herzihim atau yang dikenal dengan nama Abu Harazim, beliau menerimanya dari Syeikh Abu Bakar bin Muhammad bin Abdillah binl Arabi dan al-Ghadi al-Mughafiri. Sedangkan binl al-Arabi menerimanya dari Syeikh Imam Hujjatul Islam al-Ghozali, beliau menerimanya dari gurunya, iaitu Imam al-Haramain Abdul Malik bin Syeikh Abu Muhammad al-Juaini, beliau menerimanya dari ayahnya, Abu Muhammad bin Abdullah bin Yusuf, beliau menerimanya dari Syeikh Abu Thalib al-Makki, beliau menerimanya dari Syeikh Syibli, beliau menerimanya dari Syeikh al-Junaid, beliau menerimanya dari pamannya, iaitu as-Sirri as-Siqthi, beliau menerimanya dari Syeikh Ma’ruf al-Karkhi, beliau menerimanya dari gurunya, Syeikh Daud at-Tho’i, beliau menerimanya dari Syeikh Habib al-’Ajmi, beliau menerimanya dari Imam Hasan al-Basri, beliau menerimanya dai Imam Ali bin Abi Thalib, beliau menerimanya dari Rasulullah SAW, beliau menerimanya dari malaikat Jibril, dan beliau menerimanya dari Allah Ta’ala.

Sanad penerimaan kalimat talqin bagi al-Habib Umar

Al-Habib Umar menerimanya talqin kalimat Laa Ilaaha Illallah Muhammadar Rasulullah SAW dari Syeikh al-Arif Billah Assyarif Umar bin Isa Barakwah as-Samarqandi al-Maghrabi.

Syeikh Ahmad bin Abdul Qadir Ba’syin Shahib Rubath berkata: “Syeikh Umar Barakwah menuturkan kepada kita bahawa talqin dzikirnya cabangnya sampai kepada Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, sedangkan Syeikh al-Qadir al-Jailani menerima talqin dzikir dari empat ratus orang guru dan guru-guru beliau sanadnya bersambung sampai dengan Sayyidina Hussein bin Ali bin Abi Thalib, semua ahli talqin dzikir bersambung dengan Rasulullah SAW. Keadaannya sama dengan mata rantai yang terjalin erat antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga jika mata rantai yang ada paling bawah digerakkan, maka mata rantai yang ada di paling ataspun akan bergerak, demikian pula sebaliknya. Hal itu adalah disebabkan eratnya keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, sama halnya dengan keterkaitan nasab Ahlul Bait, satu sama lainnya saling terkait erat. Segala puji bagi Allah yang menjadikan mereka suri tauladan yang baik bagi kami dan keterkaitan kamipun dengan mereka masih erat”.

Al-Hakim meriwayatkan dari Saddad bin Aus, ia berkata: “Ketika kami berada di sisi Nabi SAW, maka beliau bersabda:

“Angkatlah tangan-tangan kalian dan ucapkanlah “Lailaha Illallaah”. Setelah kami melakukannya, maka Rasulullah SAW bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutus aku untuk menyampaikan dan mengikrarkan kalimat Tauhid ini dan Engkau akan memberi Syurga kepada seorang yang mengucapkannya dan Engkau tidak akan memungkiri janji. Selanjutnya beliau bersabda: “Bergembiralah kalian sebab Allah telah memberi ampun kepada kalian”.

Budi pekerti al-Habib Umar al-Attas

Al-Habib Umar al-Attas dikenal sebagai seorang Alim, Amil, Quthub, Ghauts, seorang tokoh sufi, suci, suka memenuhi janji, Murabbi, Rabbani, Da’i, suka mengajak orang ke jalan Allah dengan pandangan yang bersih dan budi pekerti yang luhur, beliau himpun ilmu lahir dan batin. Beliau dikenal sebagai pelindung kaum fakir dan kaum janda serta anak-anak yatim. Beliau senantiasa menyambut dan menggembirakan orang-orang fakir, mereka dimuliakan dan didudukkan pada tempat yang mulia, sehingga mereka sangat mencintai beliau. Beliau dikenal baik oleh kalangan luas banyak sekali beristiqad dengan beliau, dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, beliau amat tawadhu’ dan merendahkan dirinya kerana merasa diawasi oleh Allah. Beliau selalu menyuruh orang untuk bersabar, khususnya jika cobaan dan bencana sedang menimpa. Beliau sangat bersabar untuk menjalankan aktiviti ibadat.

Beliau al-Habib Umar tidak pernah tidur pada bagian separuh terakhir di malam hari, beliau pernah menghabiskan waktu malamnya untuk mengulang-ulang bacaan doa Qunut.

Beliau suka menyantuni orang-orang fakir dan para wanita yang tidak mampu. Beliau amat sabar dalam menghadapi pelbagai krisis, beliau tidak pernah menyombongkan diri kepada seorangpun, beliau mau duduk di tempat mana saja tanpa membezakan tempat yang baik atau jelek dan beliau tidak pernah menempatkan dirinya di tempat yang lebih tinggi atau tempat yang menonjol, kalau beliau meninggalkan majlisnya kerana ada hajat, maka ketika beliau kembali ke tempat duduknya dan beliau mendapati tempat duduknya telah diduduki orang lain, maka beliau akan mencari tempat duduk lain. Beliau tidak pernah mendekati kaum penguasa.

Beliau senantiasa mengikut jejak perjalanan para sesepuh beliau yang terdahulu, para tokoh Ba’alwi seperti perjalanan yang ditempuh oleh Sayidina al-Faqih al-Muqaddam Muhammad ibnu Ali Ba’alwi, Syeikh as-Seggaf, Alaidrus, Syeikh Abu Bakar ibnu Salim dan tokoh-tokoh lainnya. Thoriqah mereka lebih mengutamakan menutup diri, tawadhu’, tidak menuruti hawa nafsu, lemah lembut, tidak ingin dikenal apalagi menonjol diri, kerana mereka merasa bahawa diri mereka tidak akan menjadi orang baik kecuali hanya dengan anugerah dan kemurahan Allah. Sifat ini tetap diikuti oleh anak cucu mereka, khususnya para wali yang mempunyai kedudukan, ilmu dan gemar beramal kebajikan dan beribadah.

Pokoknya al-Habib Umar senantiasa mengikuti jejak para sesepuhnya yang sholeh, beliau selalu mengikuti budi pekerti yang mulia seperti budi pekerti Nabi yang pernah disebutkan Allah dalam satu firmannya:

“Dan sesungguhnya engkau di atas budi pekerti yang agung”.

Jika beliau meningkatkan frekuensi ibadahnya yang wajib dan sunnah, maka beliau mengikuti apa yang disebutkan oleh Imam Ghazali di dalam Rub’ul Ibadat di dalam kitab Ihya’. Demikian pula, jika beliau ingin mengikuti sunnah-sunnah dan memperbaiki niat dan motivasi, maka beliau mengikuti apa yang diterangkan oleh Imam Ghazali di dalam Rub’ul Adat di dalam kitab Ihya’. Adapun jika beliau ingin menjauhi budi pekerti dan tindak tanduk yang tidak baik, maka beliau mengikuti apa yang diiterangkan oleh Imam Ghazali di dalam Rub’ul Muhlikat di dalam kitabnya Ihya’. Adapun jika beliau ingin mengikuti akhlak yang diredhai oleh Allah, maka beliau akan mengikuti apa yang diterangkan oleh Imam Ghazali di dalam Rub’ul Munjiyat di dalam kitab Ihya’ dan mencari tambahan keterangan lain dari buku-buku lain.

Beliau senantiasa bergembira dan tersenyum kepada semua kalangan, baik terhadap anak-anak kecil mahupun orang dewasa, sampai setiap orang merasa bahwa dirinya sebagai kaum kerabat beliau. Beliau senantiasa menyambut dengan baik semua orang menurut kebutuhannya masing-masing dan beliau bersabar meskipun menghadapi banyak persoalan dari mereka, semua orang disayangi dan disantuni oleh beliau, beliau suka berwasiat untuk menyenangkan anak-anak kecil, kata beliau: “Kalau engkau tidak dapat menyenangkan anak kecil dengan memberi sesuatu, maka berikan kepada mereka meskipun sebuah batu kerikil berwarna merah, agar mereka bergembira.”.

Beliau suka mengabulkan segala permintaan orang dan suka menanggung kesulitan orang dengan harapan agar dapat menyenangkan keluarga orang yang ditolongnya itu. Adakalanya beliau memaksa diri untuk mendatangi rumah-rumah mereka, sehingga ada dari murid beliau yang mengatakan kepada beliau, bahawa beliau sudah udzur, karena sudah lanjut usia dan hal itu cukup memberatkan tetapi beliau menjawabnya: “Sesungguhnya kami mendatangi rumah-rumah mereka, untuk manfa’at dan maslakhat mereka dan kami berharap dari Allah, agar setiap rumah yang kami masuki Allah akan memberi ampun kepada penghuni rumah tersebut”.

Jika ada dua orang datang ke majlis al-Habib Umar, maka beliau menanya kepada keduanya, siapa di antaranya yang lebih tua, setelah diberitahukan kepada beliau, maka beliau mempersilakan yang lebih tua duduk di sebelah kanan beliau sedang yang lebih muda dipersilakan duduk di sebelah kiri beliau agar beliau dapat menghormati munurut usianya masing-masing, selanjutnya keduanya disenangkan dan digembirakan dengan kegembiraan yang luar biasa, kemudian beliau berbicara dengan keduanya menurut kemampuan berfikir mereka masing-masing. Akhlak beliau yang seperti itu menyebabkan semua orang terpesona kepada beliau dan budi pekerti beliau sering disebut orang.

Al-Habib Umar sering mengunjungi Wadi Amed dan al-Qasar untuk mengajak penduduknya ke jalan Allah dan untuk mempersatukan orang-orang yang bersengketa di antara mereka. Untuk kepentingan yang satu ini, beliau banyak mengorbankan hartanya dan tenaganya. Dan sangat bersabar kepada mereka yang berwatak keras, beliau hampir saja tidak pernah marah, kecuali larangan Allah diremehkan oleh seseorang, jika hal itu terjadi, maka beliau amat marah, sampai dapat dilihat dari wajah beliau.

Al-Habib Umar senantiasa menganjurkan manusia untuk rajin mengerjakan amal-amal ibadah dan menghadiri solat Jum’at dan Jama’ah, beliau selalu menganjurkan perbuatan baik dan melarang perbuatan mungkar. Beliau tidak mau masuk ke dalam rumah yang pemiliknya suka berbuat kemungkaran dan tidak mau menghadiri undangan mereka, samapi mereka mau berubah kebiasaan mereka.

Al-Habib Umar sering mengunjungi Wadi Dou’an, kebiasaan itu beliau lakukan sejak awal dan beliau tidak pernah meninggalkan kebiasaan itu kecuali di akhir hayatnya. Beliau pernah mengunjungi Wadi Dou’an berangkat dari al-Lisk dengan mengenderai unta dan dengan disertai al-Faqih Ahmad ibnu Muhammad Bajamal al-Asbuhi. Dalam satu kunjungannya ke Wadi Dou’an beliau pernah mengunjungi Syeikh Ahmad ibnu Ali ibnu Nu’man al-Hajrain di desa Hajrain, maka Syeikh Ahmad ikut bersama beliau menuju Qaidun untuk berziarah ke makam Syeikh Sa’id ibnu Isa Alamudi.

Dikarenakan banyaknya berpergian dan perjalanan yang ditempuh oleh al-Habib Umar al-Attas untuk berdakwah dan untuk mendamaikan orang, maka beliau berkata: “Sesungguhnya aku di dunia adalah seorang yang asing, maka tidak diwajibkan atasku melakukan solat Jum’at di suatu desa pun. Beliau lebih suka mengenderai keledai di sebagian besar waktunya dan di dalam perjalanannya di tengah hari yang amat panas. Di setiap perjalanannya, beliau selalu membawa kitab ar-Risalah karya Imam al-Qusyairi di satu tangan, sedang di tangan yang lain memegang kitab Al ‘awarifu Al Maarif maupun kitab-kitab yang semacamnya merupakan benteng bagi para tokoh Sufi”.

Al-Habib Umar selalu menghabiskan waktunya untuk muzakarah segala cabang ilmu pengetahuan, untuk keperluan yang satu ini, beliau suka menghabiskan waktu satu malam penuh. Adakalanya tiba waktu fajar, sedangkan beliau masih menerangkan berbagai macam hakikat ketuhanan (Hakaik) kepada murid-murid beliau. Pokoknya tidak satu waktupun beliau lewatkan, kecuali beliau lewatkan dengan ibadah dan menimba ilmu atau mendengar suatu bacaan. Biasanya jika ada sekelompok orang duduk di malam hari bersama beliau, maka beliau melayani mereka, sampai ketika mereka bubar, maka beliau berkata kepada Syeikh Ali Baras: “Wahai Ali, apakah masih ada orang lain selain kita?”. Jika dijawab tidak, maka beliau berkata: “Ambilkan kitab itu, untuk kita baca bersama”.

Al-Habib Umar tidak pernah mengkhususkan membaca atau mengajar suatu kitab tertentu. Al-Habib Hussein bin Umar al-Attas berkata: “Pada suatu hari, aku pergi bersama ayahku, tanganku yang satu memegang tali kendali kenderaan beliau, sedangkan tanganku yang satu memegang sebuah kitab, sedangkan beliau menyampaikan kepada kita berbagai cabang ilmu lewat lisan beliau, hal itu bagaikan sebuah air yang mengalir dengan derasnya. Ketika kami katakan kepada beliau: “Mengapa engkau tidak izinkan kami membaca atau belajar sebuah kitab kepadamu?” Maka beliau berkata: “Terimalah sesukamu ilmu yang sedang mengalir dari satu wadah, meskipun tanpa sebuah kitab”. Beliau berkata kepada seorang guru: “Ajarkan anak-anakku untuk membaca kitab karya tulis Syeikh Abu Amru”.

Al-Habib Umar sangat peduli untuk mengajari saudara-saudaranya yang masih kecil yang ditinggal wafat oleh ayahnya. Di muka telah kami terangkan bahawa al-Habib Umar sangat peduli untuk mengajar dan mendidik saudara-saudaranya yang masih kecil, terutama untuk memahami al-Quran. Beliau menganjurkan mereka untuk gemar mencari ilmu dan menyuruh guru saudara-saudaranya untuk memukul mereka, jika mereka tidak memperhatikan pelajarannya. Bahkan beliau sendiri pernah memukul saudaranya dengan tangannya sendiri, sampai ia berhasil membaca al-Quran dengan baik. Beliau pernah mengirim saudara beliau al-Habib Aqil ke Hajrain untuk belajar dari Syeikh Muhammad ibnu Umar al-Afif, sampai akhirnya al-Habib Aqil mampu mengajar setelah beliau kembali ke desa Huraidzah. Setiap hari al-Habib Umar menghadiri majlis ta’lim al-Habib Aqil sekembalinya dari menziarahi kubur ayahnya.

Ketika al-Faqih Syeikh Abdul Kabir ibnu Abdul Kabir Baqais mengunjungi beliau yang ketika itu beliau masih dalam usia belajar, maka beliau berkata: “Hai, Abdul Kabir nama telah dihidupi, maka hidupkanlah ilmu”. Ucapan beliau menyuruh Abdul Kabir untuk rajin menuntut ilmu. Dengan anjuran beliau, maka Abdul Kabir berhasil menimba ilmu sebanyak-banyaknya sampai beliau disebut al-Faqih. Al-Habib Umar pernah memberitahukan akan lahirnya Syeikh Abdul Kabir yang ketika itu masih di dalam kandungan ibunya, sedang ayahnya meninggal dunia. Ketika keluarganya akan membagi harta waris ayahnya, di saat itu al-Habib Umar berkata: “Sesungguhnya janin yang ada di dalam kandungan ibunya ini adalah anak laki-laki, maka simpanlah bagiannya dari harta warisannya”. Ternyata apa yang dikatakan oleh al-Habib Umar adalah benar.

Al-Habib Umar telah memberi isyarat kepada salah seorang pengikutnya, Muhammad ibnu Hishn al-Huraidzi untuk belajar membaca al-Quran meskipun usianya telah lanjut, dikarenakan telah mendapat barakah dari Habib Umar, maka ia diberi kemudahan oleh Allah. Ada seseorang jika menghadiri majlis ta’limnya al-Habib Umar al-Attas, maka ia banyak berbicara, sehingga majlis beliau terganggu, anehnya jika diadakan pembacaan suatu kitab, maka orang itu mengantuk sampai tidur. Karena itu, jika orang itu hadir, maka al-Habib Umar berkata kepada kawan-kawannya: “Ambilkan kitab dan mari kita membaca kitab itu, agar orang itu diam karena mengantuk”.

Al-Habib Umar pernah menyuruh untuk mengeluarkan zakat kurma (Rutob) sebelum kurma itu menjadi kering. Ketika dikatakan bahawa sebagian ulama mengatakan bahawa tidak sah mengeluarkan zakatnya kurma sebelum kurma itu menjadi kering, maka al-Habib Umar berkata: Mereka itu ulama dan kami pun ulama, tanyakanlah kepada orang-orang miskin, kurma yang masih basah ataukah kurma yang sudah kering yang mereka sukai”. Setelah dijawab, bahwa yang mereka sukaiadalah kurma yang masih basah, maka pendapat al-Habib Umar diterima oleh mereka dan dilaksanakan oleh seluruh penduduk desa itu.

Al-Habib Ali ibnu Hussein al-Attas menyebutkan dalam kitabnya Taajul A’raas juz 1 hal 708, bahawa al-Habib Umar ibnu Abdurrahman al-Attas telah berbeda pendapat dengan ahli Fiqih dalam tiga masalah. Pertama al-Habib Umar berpendapat untuk menaruh jenazah di ujung kepala liang lahad dan jika jenazah sedang diturunkan ke liang lahad hendaknya kedua kakinya diturunkan lebih dahulu. Kedua, al-Habib Umar berpendapat bahawa seseorang tidak harus berniat ketika ia menjadikan tangannya sebagai wadah untuk mengambil air hendak berwudhu (niat Ightiraf) meskipun menurut pendapat ahli Fiqih, orang itu diharuskan berniat kalau tidak maka airnya menjadi musta’mal. Adapun yang dipakai alasan oleh al-Habib Umar, seorang yang mengambil air ketika hendak berwudhu, maka ia tidak mencuci tangannya ke dalam tempat air, kerana itu tidak perlu berniat. Ketiga, al-Habib Umar berpendapat bahawa seseorang dibolehkan mengeluarkan zakatnya kurma ketika buah kurma itu masih basah (rutob), meskipun para ulama tidak membolehkan cara yang demikian itu, alasannya Habib Umar adalah buah kurma yang masih basah lebih disenangi orang-orang miskin, daripada buah kurma yang sudah kering.

Disebutkan juga al-Habib Umar menganjurkan orang melakukan solat Ghaib setelah selesai mengerjakan solat Jum’at. Adapun waktunya adalah setelah imam menutup solatnya dengan salam dan setelah berzikir, maka diumumkan untuk melakukan solat Ghaib bagi mereka yang telah meninggal dari segenap umat Islam. Tradisi macam ini tetap dilakukan penduduk desa Huraidzah dan desa-desa lainnya yang pernah mendengar fatwa al-Habib Umar.

Al-Habib Umar suka mendengar qasidahnya al-Habib Abdullah ibnu Alwi al-Haddad, yang awal mula baitnya adalah:


Jika qasidah ini dikumandangkan oleh seseorang di depan Habib Umar, maka beliau suka menyuruh orang itu untuk mengulanginya, sebab beliau sangat menyayangi dan merasa kagum qasidah itu. Setelah al-Habib Umar wafat, maka al-Habib Abdullah ibnu Alwi al-Haddad menyuruh seseorang untuk berziarah ke makam al-Habib Umar dan menyuruhnya untuk membacakan qasidah yang disebutkan di atas tadi di sisi kubur al-Habib Umar. Ketika orang itu melaksanakan apa yang diperintahkan oleh al-Habib Abdullah ibnu Alwi al-Haddad, maka ia tertidur sejenak, maka tahu-tahu terdapat sepotong roti yang masih hangat di pangkuannya. Ketka ia terbangun ia terkejut dengan adanya dua potong roti dihadapnya, setelah diperiksa di sekelilingnya, ternyata tidak ada seorangpun yang ada didekatnya, sehingga ia yakin bahawa dua potong roti itu adalah karomah dari al-Habib Umar sebagai petanda bahawa qasidah yang dibacanya telah didengar oleh al-Habib Umar dan ziarahnya terkabul. Maka yang sepotong dimakan sedangkan yang sepotong lagi dibagikan kepada anak-anaknya.
Al-Habib Umar dan guru beliau, al-Habib Hussein ibnu Syeikh Abu Bakar ibnu Salim melarang orang untuk menghisap rokok dan mengharamkannya.

Al-Habib Umar suka menyuruh orang untuk memperbaiki cara pengairan sawah ladang. Beliau amat senang dengan orang-orang yang suka mengairi sawah ladangnya dan beliau selalu mendoakan kebajikan bagi mereka, tetapi beliau tidak senang terhadap orang-orang yang malas mengakhiri sawah ladangnya.

Al-Habib Umar selalu menganjurkan orang untuk rajin menanam pohon kurma. Di desa Andal dan al-Qasar banyak menghasilkan buah kurma. dikarenakan seringnya al-Habib Umar menganjurkan orang untuk menanamnya. Biasanya beliau berpesan untuk memberi jarak sepuluh langkah atau lima belas langkah antara satu pohon kurma dengan lainnya.

Banyak hadiah-hadiah yang mengalir kepada al-Habib Umar, tetapi beliau tidak mahu menerimanya, kecuali hanya sebagian kecil daripadanya. Bahkan jika ada seseorang yang nadzar memberi pohon kurma kepada beliau, maka beliau ada kalanya menolaknya. Beliau tidak mahu menerima pemberian seorang penguasapun, kalau ada seorang penguasa memberi hadiah atau bingkisan kepada beliau atau yang ada hubungannya denga penguasa, maka beliau selalu menolaknya dengan cara yang manis dan halus.

Al-Habib Umar selalu pasrah dan redho terhadap apa saja yang dikehendaki oleh Allah. Al-Habib Umar selalu sederhana dalam cara berpakaiannya, makan minumnya dan tempat tinggalnya. Beliau suka memakai pakaian yang kasar berwarna putih, hasil tenunan dalam negeri, bukan buatan dari India. Beliau tidak pernah memakai pakaian yang berwarna hitam, selain ketika putera beliau wafat, tetapi beliau mengenakan juga pakaian putih dan berwarna merah untuk menampakkan beliau tidak susah atas kematian putranya. Ketika ditanyakan, mengapa beliau berpakaian demikian, maka beliau berkata: “Sesungguhnya syaitan menyuruh kami untuk menampakkan rasa susah, tetapi kami menolaknya agar ia menjadi kecewa”.

Biasanya jika al-Habib Umar diberi hadiah sehelai kain halus berwarna putih, maka beliau memakainya sebagai alas duduk di atas kenderaannya sampai kain itu tampak rosak. Biasanya jika beliau diberi hadiah sehelai baju terlalu panjang bagian tangannya, maka beliau memotongnya sampai sebatas telapak tangan. Hal itu adalah dikarenakan beliau meniru jejak hidup Imam Ali ibnu Abi Thalib yang selalu memotong bagian tangannya sampai batas telapak tangan.

Jika al-Habib Umar hendak membangun rumah, maka beliau menyuruh arkiteknya untuk membangunkan kamar mandi di bagian depan rumahnya agar orang-orang yang melihatnya akan mengerti, betapa hinanya kehidupan dunia yang selalu mereka rebutkan itu. ketika arkiteknya telah selesai membangun tembok rumah beliau, maka beliau dipersilakan masuk ke dalam bangunan itu. Setelah beliau mengukur tinggi bangunannya dirasa telah cukup, maka beliau menyuruhnya untuk membangun atapnya. Letak rumah beliau di bagian atas desa. Ketika penduduk desa Huraidzah minta pertimbangan beliau, di manakah rumah beliau harus dibangun, maka beliau menyuruh mereka untuk membangun rumahnya di bagian atas desa itu di dekat rumah Syeikh Salamah ibnu Ali Basahil. Sebab beliau amat erat hubungannya dengan Syeikh Salamah yang dikenal sebagai wali yang wara’, ahli ibadah dan amat dekat hubungannya dengan al-Habib Umar, sehingga al-Habib Umar sering mengunjunginya. Kata al-Habib Umar: “Andaikata aku tidak takut kebakaran, pasti aku lebih senang di sebuah gubug”.

Beliau tidak terlalu memperhatikan masalah makanannya, beliau mau makan apa saja yang didapatnya dengan mudah, tidak jarang beliau menahan lapar jika tidak ada rezeki yang dimakannya. Disebutkan bahawa pada suatu malam isteri Hussein menantu beliau tidak menyediakan makan malam bagi al-Habib Umar, sebab ia mengira bahawa al-Habib Umar sudah makan malam di rumah Salim, puteranya. Demikian juga isteri Salim tidak menyiapkan makan malam bagi al-Habib Umar, sebab ia mengira bahawa al-Habib Umar telah makan di rumah Hussein. Kebetulan malam itu pembantunya keluar dengan membawa sepotong roti untuk makan sapinya, maka beliau mengambil sebagian seraya berkata: “Ini adalah makan malamku”. Al-Habib Umar hanya berkata: “Kurma dan mentimun yang halal lebih baik dari bubur kambing (harisah) yang subhat”.

Pada suatu hari ketika beliau berkunjung ke Wadi ‘Amed, maka beliau singgah di rumah salah seorang pengikutnya yang ada di desa itu. Penduduk desa itu senang menerima kehadiran al-Habib Umar, sehingga mereka membikin bubur asidah bagi beliau. Ketika penduduk desa itu masih sibuk membuat bubur asidah, salah seorang puteri dari mereka datang dengan membawa sepiring makanan bagi beliau, beliau hanya menyuapnya sedikit. Tidak lama setelah bubur asidah yang dipersiapkan penduduk desa itu telah selesai, maka mereka menghidangkannya ke hadapan al-Habib Umar, tetapi beliau tidak menyuapkan sedikitpun dari bubur asidah itu, sehingga mereka minta beliau untuk mencicipinya, tetapi beliau menolaknya dengan halus, seraya berkata: “Ada seorang puteri telah membawakan makanan buah bidara cina bagiku, aku telah memakannya sedikit dan hal itu aku telah rasa cukup”. Kisah ini merupakan salah satu bukti dari kesederhanaan al-Habib Umar dalam hal makanan.

Sifat postur tubuh al-Habib Umar al-Attas

Al-Habib Ali ibnu Hassan al-Attas pernah menyebutkan dari al-Habib Abu Bakar ibnu Muhammad Bafaqih, Shahib Qoidun, tentang sifat diri al-Habib Umar sebagai berikut: “Tubuh al-Habib Umar berperawakan sedang, wajahnya tampan, janggutnya lebar, jika seorang melihat beliau, maka akan melihat kewibawaan beliau dan tercium bau harum dari beliau”.

Al-Habib Umar gemar memakai parfum. Kata beliau: “Dari besarnya kesukaannya kepada parfum, maka aku ingin dihadirkan sebuah bejana yang berisi parfum, kemudian aku akan memakainya semua”. Dikarenakan besarnya kegemaran beliau mamakai parfum, maka keringat beliau tercium bau harum.

Pada lambung kiri al-Habib Umar ada warna hitam sebentuk cincin.

Al-Habib Umar sebagai seorang Syeikh dan Murabbi

Al-Habib Umar adalah seorang Syeikh, seorang murabbi dan seorang da’i kepada Allah di dalam tindak-tanduknya dan tutur katanya. Al-Habib Umar pernah berkata: “Ketika aku ditawari menjadi seorang da’i, maka aku menolaknya dengan berbagai alasan”. Kemudian dikatakan kepadaku: “Kami akan menjadikan bagimu seorang pendamping dan membantu yang akan mendampingimu untuk menunaikan tugasmu”, seraya menunjuk kepada Syeikh Ali Baras. Maka aku menerima tugas itu dan Syeikh Ali Baras akan membantuku dan mendukungku”.

Al-Habib Umar berkata: “Sesungguhnya sumber-sumber untuk mendapatkan cahaya Allah tidak berkurang sedikitpun bagi generasi yang ada di akhir masa, akan tetapi mereka datang membawa bejana-bejana yang berlubang”.

Pada awal mulanya, Syeikh Ali Baras sibuk membantu al-Habib Umar dalam menyampaikan dakwahnya. Pada suatu hari ketika Syeikh Ali Baras duduk di sisi al-Habib Umar, maka beliau bertanya kepadanya: “Buku apa yang ada padamu?” kata Syeikh Ali Baras: “Buku yang ada di tanganku adalah Bidayatul Hidayah”. Kata al-Habib Umar: “Bacalah buku itu”. Maka Syeikh Ali Baras membaca dengan khutbahnya. Selanjutnya, al-Habib Umar berkata kepada Syeikh Ali Baras: “Berhentilah sampai di situ, aku telah memberimu ijazahdi bidang Syari’at, Tareqat dan Hakekat, ini adalah ijazah yang diberikan bertepatan pada saat terkabulnya semua do’a”.

Habib Isa ibnu Muhammad al-Habsyi berkata: “Biasanya jika ada seorang datang dengan niat yang baik kepada al-Habib Umar, maka beliau akan menerima segala pengaduannya serta menghormatnya dengan menampakkan keramatnya, sifat-sifat mulia seperti ini iaitu niat yang baik dan keyakinan yang kuat jarang dimiliki oleh tamu-tamu yang lain dan kekeramatan beliau jarang dilihat orang kecuali seorang yang benar-benar ta’at, bagus niatnya dan kuat aqidahnya”.

Syeikh Ali Baras pernah berkata kepada al-Habib Umar: “Meskipun engkau sering mengunjungi Wadi ‘Amed dan desa-desa lainnya, tetapi anehnya tidak banyak yang mendapat petunjuk dengan sebenarnya dari engkau, padahal aku yakin bahawa jika seorang fakir bertemu dengan engkau pasti ia akan menjadi muslim”. Jawab al-Habib Umar: “Andaikata aku bertemu dengan seorang yang hatinya seperti engkau, tentunya aku dapat menyampaikan ia kepada Allah di dalam waktu yang paling singkat, akan tetapi aku mendapati orang-orang yang hanya membicarakan: “Habib akan pergi, habib akan datang”. Dengan kata lain tidak mempunyai persiapan dan keyakinan kepada beliau”.

Disebutkan bahawa pada suatu hari ada seorang murid datang kepada beliau dengan niat untuk memohon keputusan dari beliau. Sebelum murid itu menyampaikan kepada beliau apa yang yang ada di hatinya, maka dengan cara kasyaf beliau menjawab apa yang akan ditanyakan oleh murid tersebut: “Wahai orang yang kebanyakan manusia meninggalkan apa yang semestinya harus ia lakukan, tidak seorangpun yang datang kepadaku kecuali ingin menanyakan tentang masalah-masalah duniawi seperti meminta hujan, menginginkan anak atau meminta pendapat, padahal setiap murid yang datang kepadaku dengan niat yang baik untuk mendapatkan masalah-masalah yang mulia, pasti ia akan mendapatkan kebajikan yang ia inginkan”.

Ada seorang sholeh dari penduduk sebuah desa Hadzyah yang bernama Ahmad ibnu Abdillah Bajusair, ia seorang guru ngaji bagi anak-anak kecil. Biasanya jika penduduk desa Syibam berziarah ke tempat al-Habib Umar al-Attas, maka mereka singgah di desa Hadzyah dan akan melewati rumah guru ngaji ini, demikian pula jika mereka pulang dari tempat beliau. Pada suatu kali, guru itu berkata kepada salah seorang yang didekatnya: “Aku lihat penduduk Syibam yang pergi ke tempat al-Habib Umar dalam keadaan wajah tertentu, dan mereka pulang dengan wajah yang berlainan dari wajah yang sebelumnya. Mengapa demikian?” Ketika ucapan guru ngaji itu disampaikan kepada al-Habib Umar, maka beliau berkata: “Katakanlah kepadanya, adakalanya manusia tugasnya sebagai guru ngaji seperti kamu, adakalanya seorang pendidik, apakah dia tidak mengerti bahawa saya seperti buaya, telurnya di darat dan ia tetap berada di laut dan memelihara telurnya cukup dengan pandangan”.

Al-Habib Ahmad ibnu Hasyim al-Habsyi berkata: “Dulunya aku dan as-Sayid Abdullah al-Haddad sering berkunjung kepada al-Habib Umar al-Attas, tidak lama, maka al-Habib Abdullah mendapat pancaran Ilahi (Futuh) sebelum aku mendapatkannya, sehingga minatku kepada beliau berkurang. Ketika aku adukan keadaanku kepada Habib Umar, maka beliau menghadap kepadaku dan mendo’akanku untuk mendapatkan seperti yang didapati al-Habib Abdullah al-Haddad. Maka sejak saat itu akupun mendapat pancaran Ilahi.

Al-Habib Abdurrahman ibnu al-Habib Umar al-Attas berkata: “Ketika aku keluar dari desa Ahrum, maka aku bertemu dengan seorang Darwisy yang sedang mengembara. Waktu itu ia hendak menyeberang jalan. Ketika aku memberi salam kepadanya, maka ia berkata, selamat datang wahai fulan. Ia menyebut namaku dan ia menunjukkan kegembiraannya bersamaku meskipun aku belum pernah bertemu dengannya pada waktu sebelumnya. Aku bertanya kepadanya, bagaimana engkau tahu namaku, padahal engkau belum pernah berkenalan denganku?” Jawab orang itu: “Bagaimana aku tidak mengenalmu, pada hal engkau adalah putera guru kami, al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas. Sesungguhnya ayahmu sering datang ke negeri kami secara ghaib dan nama beliau lebih dikenal di tempat kami daripada di tempat kamu”.

Habib Ahmad ibnu Hussein ibnu Umar berkata: “Aku pernah diberitahu oleh seorang yang aku tidak ragu akan kejujurannya bahwa ia pernah bertemu dengan seorang Darwisy dari negeri Sind di Afrika yang berkata: “Sesungguhnya al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas sering berkunjung ke negeri kami di Sind untuk mengajari kami Tasawwuf dan ilmu Tareqat dan beliau banyak dikenal di negeri kami”.

Syeikh Abdullah ibnu Abdurrahman Ba’ubad menuturkan bahawa ketika ia bersama Syeikh Ali Baras dan tiga belas orang sahabatnya datang ke tempat al-Habib Umar, maka yang pertama aku lihat adalah sinar wajah beliau yang amat cemerlang, sehingga aku tidak ingat lagi akan kehadiranku, sebab aku lihat diri beliau bagaikan mutiara yang berwarna putih cemerlang, dan wajah beliau memancarkan sinar yang terang, maka timbul keinginanku untuk tidak akan berpisah dari beliau sepanjang hidupku. Kami sempat menetap di tempat beliau selama beberapa hari. Ketika beliau memberi izin kami untuk pulang ke desa kami, maka beliau berkata kepadaku: “Wahai puteraku, tempat dan sumber mata air serta perjalanan hanya ada satu macam, barang siapa yang ingin memisahkan antara aku dari Syeikh Ali Baras, maka ia tidak akan mendapat untung”.

Al-Habib Abdullah ibnu Alwi al-Haddad berkata: “Ketika aku mengunjungi al-Habib Umar al-Attas, maka aku lihat pada diri beliau, adanya sifat-sifat yang terdapat pada para sesepuh beliau hingga pada diri Nabi SAW”.

Habib Isa ibnu Muhammad al-Habsyi dan para arif billah lainnya, banyak menuturkan bahawa keadaan peribadi al-Habib Umar al-Attas dan tindak lanjutnya jauh berbeda dengan para tokoh wali lainnya. Meskipun keadaan dan kedudukan beliau sangat tinggi, namun beliau lebih senang untuk rendah diri, lemah lembut, ramah tamah kepada semua orang dan akhlak yang sangat tinggi di mana sangat sedikit sekali orang berakhlak seperti beliau.

Ketika menyebutkan sifat al-Habib Umar, Habib Ahmad ibnu Zein al-Habsyi berkata: “Banyak orang dari kawan-kawan beliau yang menerima kebajikan dari al-Habib Umar, banyak orang yang menjadi murid beliau dan banyak pula yang menerima talkin dzikir dan menerima khirqoh dari beliau”.

Kitab-kitab yang dipesankan oleh Habib Umar al-Attas untuk dipelajari

+ Az Zubad karya tulis Syeikh Ibnu Ruslan. Habib Umar selalu menyuruh anak-anak kita untuk menghafal nadzom kitab Zubad.
+ Bidaayatul Hidaayah karya tulis Imam Ghozali. Syeikh Ali Baras pernah membaca mukadimah kitab Bidaayatul Hidaayah di hadapan Habib Umar, kemudian beliau memberi ijazah bagi Syeikh Ali Baras sehingga Allah membuka cabang-cabang ma’rifat baginya.
+ Al Minhaaj karya tulis Imam Nawawi. Syeikh Abdullah ibnu Umar Ba’ubaid berkata: “Ketika aku berkunjung ke tempat Habib Umar, beliau berkata kepadaku: “Aku pernah membaca kitab al-Irsyad, karya tulis Syeikh Ismail al-Muqri”. Maka beliau berkata kepada Syeikh Ali Baras: “Wahai Ali, bacakan kepadanya kitab al-Minhaaj, karya tulis Imam Nawawi dan bacakan juga kitab itu kepada kawan-kawanmu, kerana kitab tersebut membawa berkat dan memberi futuh, Insya-Allah, sebab penyusunnya seorang Wali Qutub dan ia berdo’a bagi setiap pembacanya, semoga diberi barakah”.
+ Ar Risalah karya tulis Imam Qusyairi dan Awarifu al-Ma’arif karya tulis Imam al-Saharwurdi. Al-Habib Umar al-Attas selalu membaca kedua kitab itu ke mana saja beliau pergi. Kata beliau: “Ar Risalah dan al-Awarif dan kitab-kitab sepertinya sangat pentinguntuk dibaca, sebab keduanya termasuk pemasok santapan rohani bagi paraahli Tasawwuf”.

Kewara’kan al-Habib Umar al-Attas

Beliau dikenal sangat wara’. Beliau tak mau pernah menerimapemberian apapun dari kaum penguasa, tidak pernah mau diajak makan minum, sampaipun sekedar minum kopi bersama kaum penguasa, bahkan beliau menolak arang bakar yang datangnya dari kaum penguasa. Kisah penolakkannya terhadap pemberian Sultan Badar ibnu Abdillah al-Katsiri ketika datang mengunjungi beliau, kelak akan saya sebutkan dalam fasal tersendiri.

Beliau tidak mau makan dari pemberian orang-orang yang berbisnes dengan cara riba’.

Pada suatu kunjungan beliau di Wadi Amed, maka beliau dipersilakan singgah di rumah seorang dari keluarga Basulaib, sedangkan mereka tidak mau memberikan bagian waris bagi anak-anak perempuan, maka belai menolak untuk singgah dan beliau berkata: “Bagaimana aku akan singgah di rumah seorang yang tidak mau memberikan waris bagi anak-anak perempuannya? Padahal Allah menyuruh memberikannya dalam al-Quran, Allah berfirman:

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang pembagian waris untuk anak-anakmu, iaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua anak perempuan”.

Kata lelaki itu: “Mulai dari saat ini, aku akan memberikan waris bagi anak-anak perempuanku”.

Maka Habib Umar mau singgah di rumah orang itu dan beliau berdo’a bagi keluarga orang itu, sehingga mereka diberi barokah dan kebahagiaan hidup”.

Pada suatu kali ketika beliau berkunjung ke rumah seorang dari keluarga Basuwaid yang ada di desa Anaq. Maka beliau disambut dengan sambutan yang luar biasa, dan beliau diberi labu. Beliau bertanya: “Dari mana engkau peroleh buah labu ini?” Jawab orang itu: “Aku memetiknya dari sebuah kebun milik wakaf”. Katanya beliau: “Kalau begitu, kita tidak diperbolehkan makan dari kebun yang telah diwakafkan, sebab kebun yang telah diwakafkan itu adalah milik semua orang Islam”. Kata orang itu: “Mulai sekarang aku tak mau lagi makan dari hasil kebun yang telah diwakafkan, lalu bagaimana hasil-hasilnya yang telah aku makan di masa-masa sebelumnya?” Kata Habib Umar: “Untuk menebus dosanya yang lalu, maka rawatlah kebun itu, kemudian bagikan hasilnya bagi kaum muslimin”. Maka sejak saat itu, kebun yang telah diwakafkan itu mulai sebaik mungkin”.

Habib Umar tidak mau menerima harta wasiat dari seorang kecuali bila beliau telah memperjelaskan benar-benar tentang redhanya ahli warisnya. Pada suatu kali ada seorang wanita yang mewasiatkan sebagian dari perhiasannya senilai tiga Uqiyah. Ketika wanita pemilik harta itu wafat, maka harta yang diwasiatkan itu diberikan kepada beliau, tetapi beliau tidak mau menerimanya sampai setelah memperjelas redha ahli warisnya tentang harta wasiat itu”.

Disebutkan oleh Syeikh Ali ibnu Salim al-Junaid, bahwa ayahnya yang bernama Salim pernah meminjam seekor keldai buat kenderaan bagi perjalanan habib Umar yang akan pergi ke desa Lahrum. Anehnya, sesampai di tengah perjalanan, keldai itu berhenti dan duduk di padang pasir, padahal waktu itu udaranya amat panas. Kata Syeikh Salim: “Hampir aku pukul keldai ini, tetapi beliau melarangku seraya berkata bahwa pemilik keldai ini tidak mau keldainya dipukul”. Kemudian beliau berkata: “Peganglah kepalanya dan aku akan membantumu, agar ia berjalan”. Demikian pula ketika keldai itu mogok kembali, maka Salim hendak memukulnya, tetapi beliau menolaknya, dan beliau membantunya agar ia mau berjalan”.

Dan jika telah masuk waktu solat berjamaah, sedangkan imam masjid ada didekat beliau, maka beliau mengusirnya seraya berkata: “Pergilah engkau untuk menjadi imam, tidak dihalalkan anda duduk di sini, bila waktu tugas anda sebagai imam telah tiba”.

Rasa tawadhu’ al-Habib Umar al-Attas

Al-Habib Abdullah ibnu Alawi al-Haddad berkata: “Itu orang (al-Habib Umar) yang pepohonnya ditanam atas dasar tawadhu’ dan lemah lembut, sehingga tangkai-tangkainya seperti itu juga”. Hal itu menunjukkan kedua sifat budi pekerti beliau.

Al-Habib Abdullah ibnu Alawi al-Haddad berkata: “Ketika kami berkunjung ke desa Huraidzah ke tempat Habib Umar, kami melihat Habib Umar bersikap amat tawadhu’, tidak seorangpun dari orang-orang besar yang dapat mengikuti perangai beliau seperti itu. Begitu tawadhu’nya perangai beliau, meskipun tingginya kedudukan beliau, samapi beliau tidak dapat dibezakan dengan kawan-kawan duduknya yang lain. Di tengah majlisnya, beliau tidak duduk di tempat yang khusus, tidak pakai pakaian khusus, sehingga beliau tidak berbeza dengan kawan-kawan duduk yang lain. Bila bangun kerana ada hajat dan tempat duduknya ditempati orang lain, belaiu tidak marah dan tidak menyuruh orang itu untuk pindah, bahkan beliau duduk di tempat lain, sampai aku pernah berkata: “Alangkah tidak sopannya kalian terhadap Imam ini”.

Pada suatu kali, penduduk Syibam berebutan untuk berjabat tangan dengan beliau, ada seorang yang ketika itu melihat kesederhanaan pakaian Habib Umar dan ketawadhu’annya, maka ia berkata: “Seorang yang seperti ini, kami di Tarim tidak mengajak berjabat tangan dengannya”. Ketika ucapan itu didengar oleh Habib Umar, maka beliau berkata: “Memang pantas ucapannya itu, sebab yang ada di Tarim hanyalah orang-orang yang wajah-wajahnya bagaikan bulan”. Beliau mengulang-ulang berkali-kali.

Pada suatu hari ketika orang-orang datang ke tempat Habib Umar untuk mengucapkan selamat atas lahirnya seorang anak beliau, sedangkan dari penduduk kota itu tidak ada yang datang, mereka adalah orang-orang yang berwatak keras dan meninggalkan solat berjamaah dan Jum’at, maka ada seorang dari penduduk desa itu yang mendengar bahawa Habib Umar mempunyai anak, lalu dia mengatakan keldaiku mempunyai anak, suatu ucapan yang mengejek dan sangat tidak pantas. Mendengar ejekan orang itu, Habib Umar tidak marah, bahkan Habib Umar mendatangi rumah orang itu dengan tujuh kawan beliau. Kedatangan beliau menjadikan orang itu amat bergembira, sehingga ia menjadi amat kagum terhadap lemah lembut budi pekerti beliau. Kunjungan Habib Umar itu di pagi hari Jum’at. Ketika Habib Umar hendak keluar, maka beliau bertanya kepada orang itu dan kawan-kawannya yang tidak mau menghadiri solat Jum’at: “Mengapa kalian tidak menghadiri solat Jum’at, padahal mempunyai pakaian-pakaian yang bagus dan harum baunya?” Jawab mereka: “Apakah kami boleh menghadiri solat Jum’at dengan memakai pakaian-pakaian yang bagus dan harum?” Jawab Habib Umar: “Boleh”. Maka mereka keluar bersama-sama untuk menghadiri solat Jum’at dengan perasaan gembira dan puas karena akhlak dan perilaku Habib Umar.

Kedermamawan al-Habib Umar al-Attas

Habib Umar al-Attas dikenal sebagai seorang yang amat murah tangan, sehingga rumahnya selalu dibanjiri segala lapisan masyarakat yang membutuhkan bantuan beliau. Kedermawan Habib Umar tidak pernah membezakan orang, semua orang disamakan pelayanannya, baik dia orang yang fakir atau pejabat tinggi. Habib Umar sangat peduli untuk memberi makan orang-orang, sehingga menyuruh pembantu-pembantunya untuk menyimpan sebagian hasil panen buat nanti bila datang musim paceklik. Sehingga kalau ada orang-orang yang membutuhkan pertolongan, pasti kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Meskipun besarnya kedermawan Habib Umar, tetapi beliau tidak pernah menyombongkan diri di depan orang-orang lemah. eliau senantiasa memberi pelayanan kepada orang-orang lemah dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka tidak pernah rasa malu dengan beliau. Demikian pula, Habib Umar tidak pernah memaksa diri dalam menjamu tamu-tamunya, adkalanya tamunya orang miskin, beliau hidangkan daging bila beliau memilikinya. Adakalanya tamunya penguasa, beliau hidangkan seadanya, bahkan beliau lebih mengutamakan kaum lemah dari kaum penguasa. Hal itu terlihat pada perlakuan beliau terhadap Sultan Badar ibnu Muhammad al-Katsiri. Yang demikian itu sengaja beliau lakukan agar tidak terasa di hati Sultan bahwa beliau butuh bantuan dari Sultan atau ingin mendekatkan diri kepadanya.

Adakalanya kalau ada orang-orang terpandang mengunjungi beliau, sedangkan beliau tidak mempunyai hidangan yang pantas buat dihidangkan kepada mereka. Tetapi beliau tidak segan mohon bantuan atau pinjaman untuk menyembelih seekor kambing bagi tamu-tamunya yang terpandang itu, agar mereka tidak kecewa bila penghormatannya atau hidangannya dirasa kurang cukup.

Al-Habib Umar sebagaimana yang diceritakan oleh putranya iaitu al-Habib Abdullah selalu menyisakan atau menyimpan sebagian hasil panen tahunan untuk musim paceklik, meskipun kebanyakan orang tidak memperhatikan hal ini. Karena itu bila banyak orang-orang yang mohon bantuan bahan makanan di rumah beliau jika musim paceklik tiba, maka hal itu tidak mengherankan sebab beliau telah lama bersiap-siap menghadapi krisis pangan seperti itu. Di saat krisis pangan sedang melanda kaumnya, maka beliau menolong orang-orang yang membutuhkan bahan makanan. Di antara mereka, ada yang setiap saatnya diberi makan langsung di rumah beliau, tetapi ada pula yang dikirim bahan pangan ke rumah-rumah mereka, terutama bagi keluarga-keluarga yang tidak bisa mohon bantuan orang, tetapi masa paceklik yang memaksa mereka untuk cari bantuan dan juga untuk mempererat tali silaturahim.

Adakalanya, ada sejumlah tamu yang datang ke rumah beliau di akhir malam, dan beliau menyambut mereka dengan ramah-tamah. Biasanya bila ada tamu di akhir malam hari, beliau membangunkan isterinya untuk menyiapkan makan malam buat tamu-tamu yang datang di akhir malam, adakalanya beliau menyimpan sebagian makan malamnya, persiapan barangkali ada tamu yang datang. Biasanya jika bahan makanan pokok menipis, maka beliau dan keluarganya tidak mau makan bahan pokok. Beliau dan keluarganya memilih bahan pangan pengganti, sedang bahan pangan yang pokok diberikan bagi orang lain yang membutuhkannya, terutama bagi para tamu yang datang ke rumah beliau. Kalau bahan pangan pokok benar-benar habis, maka beliau berikan bahan pangan berupa apa saja tanpa malu.

Habib Umar tidak senang menonjolkan diri

Habib Umar dikenal sebagai seorang yang selalu merahsiakan keistimewaan-keistimewaannya dan ketekunan beribadahnya. Demikian pula, Habib Umar selalu mewasiatkan hal itu bagi murid-muridnya.

Habib Umar suka mengasingkan diri dari masyarakatnya. Kata beliau:

“Menonjolkan diri merupakan penyakit yang tidak ada ubatnya”.

Seorang murid beliau pernah melihat Habib Umar duduk di tempat solatnya secara tersendiri. Ketika beliau ditanya: “Mengapa beliau mengasingkan diri?” Kata beliau: “Aku mengasingkan diri sebab orang-orang itu selalu mendekati aku”.

Habib Ali bin Hasan al-Attas meriwayatkan bahawa Thabarani menyebutkan bahawa Anas r.a berkata: “Aku datang ke tempat Rasulullah SAW dan aku dapatkan beliau mendorongkan sesuatu dengan kedua tangannya”. Aku berkata: “Wahai Rasulullah, kiranya apa yang tadi engkau dorongkan dengan kedua tangannya ini?” Sabda beliau: “Tadi aku didatangi dunia maka aku mengusirnya dariku”.

Salah satu dari tanda ketidaksenangan Habib Umar untuk menampilkan diri dan tanda lemah lembutnya adalah jika beliau mengunjungi suatu desa dan beliau tinggal di desa itu selama tiga hari atau lebih atau kurang dari jumlah itu, tetapi kedatngan beliau itu hampir tidak diketahui oleh penduduk desa yang beliau kunjungi, kecuali hanya si pemilik rumah yang beliau singgahi dan tetangga-tetangga dekatnya. Pada umumnya beliau suka berjalan di saat panas matahari atau di waktu tengahari yang sangat panas, dan beliau tidak senang ditemani orang lain, kecuali pembantunya. Jika beliau tiba di suatu desa, maka beliau sengaja memilih singgah di suatu rumah yang tidak akan dikenal orang banyak.

Gerakan dakwah al-Habib Umar al-Attas

Habib Umar pernah berkata:”Ketika aku diminta untuk bergerak di bidang da’wah, maka aku mengajukan berbagai alasan untuk menerangkan ketidakmampuan melakukannya”. Maka diberitahukan kepadaku: “Kami akan mendukungmu dalam melaksanakan tugas da’wah ini dengan seorang yang amat mampu untuk melaksanakan tugas ini. Kemudian Syeikh Ali Baras diperbantukan kepadaku”.

Dikarenakan seringnya perjalanan yang beliau lakukan untuk berda’wah dan mendamaikan orang, sampai beliau mengatakan: “Dikarenakan banyaknya perjalanan yang aku lakukan untuk berda’wah, sampai aku menjadi orang pendatang (asing) sampai kewajipan solat Jum’at tidak diwajibkan bagiku”. Karena beliau selalu dalam keadaan musafir.

Al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Sebenarnya kami ingin mengunjungi makam-makam dan negeri-negeri, akan tetapi kami terhalangi oleh kecintaan dan ketergantungan manusia kepada kami. Kami ingin sekali seperti Habib Umar ibnu Abdurrahman al-Attas, karena beliau banyak berkunjung ke berbagai tempat, untuk berda’wah dengan tidak ditemani orang lain.

Al-Habib Abdullah al-Haddad berkata juga: “Pada tahun 1071 H, tepatnya hari Isnin tanggal 21 Jamadil Akhir, ketika kami berkunjung ke tempat al-Habib Umar al-Attas, maka kami meminta untuk berdua dengan beliau tanpa diikuti orang lain. Ketika permintaanku itu dikabulkan oleh Habib Umar dan beliau merestui dengan segala yang aku lakukan, beliau menganjurkan aku untuk berdakwah secara khusus atau umum tanpa peduli ucapan orang banyak”.

Habib Umar selalu giat berda’wah, menyuruh yang baik dan melarang yang mungkar dengan cara yang lemah lembut, dan bersifat mengayomi orang, sehingga banyak orang yang suka dan cinta dengan beliau. Tidak sedikit orang-orang yang membangkang dan berbuat dosa terpengaruh oleh lemah lembutnya da’wah beliau, sehingga mereka bertaubat dan menjadi orang-orang yang taat kepada Allah. Beliau menggalakkan menghadiri solat berjamaah dan solat Jum’at. Selain itu, berbagai cabang-cabang amal-amal soleh pun digalakkan di tengah masyarakatnya. Pada waktu beliau sampai di desa Huraidzah untuk pertama kalinya, beliau dapati masyarakatnya banyak yang bodoh, membangkang, kasar, tidak suka tolong-menolong dan tidak mau berjamaah dan berjum’atan. Dengan tekun Habib Umar mengajak mereka ke jalan Allah. Habib Umar tidak pernah memaksa orang untuk berbuat baik, tetapi merayu mereka dengan cara-cara yang menarik, sehingga akhirnya penduduk desa Huraidzah menjadi manusia-manusia yang berbudi pekerti halus dan ramah-tamah.

Salah satu dari cara-cara menarik yang dipakai Habib Umar dalam menarik hati masyarakatnya adalah sering mengunjungi rumah-rumah mereka dan bercengkramah di rumah-rumah mereka, sampai mereka cinta dengan cara yang dipakai leh beliau. Meskipun demikian, beliau tidak segan menasihati mereka bila ada perbuatan-perbuatan terlarang yang dilakukan oleh mereka, misalnya cerita yang tertera di atas akan nasihat yang beliau berikan kepada seorang Basuid yang menyuguhkan buah labu yang timbul di kebun milik wakaf. Termasuk juga lemah lembut beliau terhadap orang yang mengatakan keldaiku juga mempunyai anak, sewaktu orang-orang mengucapkan selamat atas lahirnya anak beliau, yang mana mereka tidak mau melakukan solat Jum’at. Sampai mereka mau menghadiri solat Jum’at dan mereka tertarik dengan cara-cara yang menarik dari Habib Umar.

Terhadap orang-orang yang terang-terangan menentang hukum Allah, maka beliau bersifat kasar terhadap mereka. Di antaranya adalah beliau tidak mau singgah ke rumah seorang dari keluarga Bashalib yang tidak mau memberikan waris bagi putri-putri mereka: “Ketika mereka bertanya, maka beliau berkata: “Bagaimana aku mau akan berkunjung ke rumah seorang yang tidak mau memberi hak waris bagi putri-putrinya?” Maka dengan ketegasan Habib Umar itu, mereka menyatakan taubatnya, dan akhirnya beliau mau mengunjungi rumah mereka.

Sedangkan terhadap orang-orang yang tidak ada gunanya dengan cara-cara yang lemah lembut, maa beliau bersifat kasar dan marah yang sangat marah. Hal itu dinampakkannya seperti tidak mau memasuki rumah mereka, tidak mau menghadiri undangan mereka, sehingga banyak yang bertaubat di tangan beliau.

Disebutkan juga bahwa Habib Umar pernah menola makan hidangan yang dihidangkan di rumah seorang yang tidak memisahkan antara harta dari hasil yang halal maupun yang haram, khususnya dari harta hasil riba’. Disebutkan bahwa pada suatu hari, Habib Umar diundang makan di suatu rumah yang pemiliknya sedikit banyak suka makan harta hasil riba’. Ketika hidangan makanan telah disuguhkan dan para tamu termasuk Habib Umar dan Syeikh Ali Baras dipersilakan makan. Ketika itu Habib Umar merasa bahawa hidangan itu ada undur haramnya. Maka beliau memberitahukan kepada Syeikh Ali Baras tentang hal itu. Kemudian keduanya meninggalkan jamuan makan tanpa menyantap sesuap pun dari makanan yang dihidangkan itu sehingga pemilik rumah bertanya-tanya tentang sebabnya. Kata Habib Umar: “Dalam hidanganmu ada harta yang tidak halal”. Maka si pemilik rumah menangis dan berkata: “Kalau orang-orang yang baik tidak mau makan makananku, maka aku adalah orang yang paling jelek”. Lalu menyatakan taubatnya di hadapan Habib Umar dan ia berjanji tidak akan memungut harta dari hasil riba’ lagi.

Disebutkan bahawa pada suatu hari Habib Umar menghadiri majlis ta’lim Habib Aqil, saudara beliau, sepulangnya dari ziarah ayahnya. Ketika itu ada seorang yang kaya yang suka menerima harta riba’ memberi suguhan kopi susu kepada para jamaah. Ketika Habib Umar merasa bahawa dalam kopi yang disuguhkan itu ada unsur haramnya maka beliau berkata: “Angkatlah kopimu, kami tidak dapat meminumnya sebab engkau suka menerima harta riba’”. Habib Umar sangat marah terhadap orang itu maka lelaki itu berdiri sambil marah dan nenentang Habib Umar sehingga Habib Umar berdoa bagi orang itu. Denga izin Allah, lelaki itu sakit dan mati tidak lama setelah itu. Kata Habib Ali bin Hasan al-Attas: “Karena lelaki itu menampakkan diri menentang Allah dari dua sisi, yang satu dengan harta riba’ yang ia makan. Allah berfirman:

“Maka ketahuilah Allah dan Rasulnya akan memerangimu”

Dan karena ia menentang wali Allah, seperti yang disebutkan dalam hadis Qudsi:

“Seorang yang menentang wali-Ku maka Aku akan memeranginya”

Di akhir usianya ketika Habib Umar solat Jum’at di desa Nafhun, beliau duduk di pintu masjid. Maka beliau memberikan mauidhoh hasanah dan memperingatkan hadirin dari seksa Allah karena itu mereka diminta meningkatkan frekuensi ibadah mereka dan ketaqwaan mereka dan melarang dari apa yang menyebabkan kemurkaan Allah. Setelah itu beliau berkata: “Apakah aku telah menyampaikan pesan-pesan Allah ini?” Jawab para hadirin: “Ya”. Maka beliau berkata: “Ya Allah, saksikanlah kesaksian mereka”.

Di saat itu ada seorang murid beliau yang bernama Syeikh Abdul Kabir Baqais yang berkata: “Seolah-olah Habib Umar memberikan nasihat yang terakhir”.

Habib Umar gemar mendamaikan orang yang berselisih

Habib Umar al-Attas suka mendamaikan orang-orang yang sedang berselisih demi untuk menjalankan ajaran Allah yang pernah disebutkan Allah dalam firmannya:

“Tiada kebaikan dalam sebagian besar bisik-bisik kalian kecuali seorang yang menyuruh bersedekah dan menyuruh berbuat kebajikan atau mendamaikan di antara manusia yang berselisih. Barang siapa yang mengerjakan hal itu karena berharap redha Allah, maka akan kami berikan pahala yang besar”

Disebutkan bahawa suatu hari beliau mendamaikan di anatara dua suku Kabilah Arab yang sedang bersengketa. Maka masing-masing suku berkeras kepala, sehingga beliau bertanya kepada mereka: “Bagaimanakah pendapat kalian bila seseorang di antara kalian berada di suatu lembah, bisakah ia menjadikan lembah itu makmur atau bisakah ia menggali sumur seorang diri atau menolak serangan musih seorang diri?”

Jawab kedua suku itu: “Tidak bisa”. Jawab Habib Umar: “Karena itu bersatulah kalian semua agar dapat menyelesaikan segala persoalan secara bersama”. Berkat nasihat Habib Umar itu, maka mereka bersatu kembali dan saling memaafkan”.

Dikisahkan oleh Syeikh Muhammad Ibnu Abdil Kabir Baqais: “Pada suatu kali ketika Habib Umar menyeru perdamaian pada satu kabilah Arab dengan lemah-lembut, maka mereka menolaknya dengan cara kasar sehingga beliau melemparkan tasbihnya di antara mereka. Dengan kuasa Allah, tasbih itu berubah seakan-akan menjadi ular besar yang merayap di antara mereka sehingga mencari perlindungan di hadapan beliau. Maka mereka meminta maaf dari Habib Umar dan menerima seruan perdamaian.

Disebutkan bahawa ada seorang yang berhutang dan si pemberi hutang mengadukan masalah keduanya kepada Habib Umar. Akhirnya setelah keduanya didamaikan oleh beliau, maka yang memberi hutang bersedia memaafkan sebagian hutangnya asalkan yang berhutang mau melunasi sebagiannya. Anehnya setelah keduanya keluar dari tempat Habib Umar, maka yang memberi hutang mengingkari perjanjian tadi sehingga yang berhutang memberitahukan Habib Umar. Maka Habib Umar marah pada si pemberi hutang seraya berkata: “Nanti engkau akan terkena penyakit dan akan terkena sengatan api sebanyak bilangan wang yang engkau ingkari janji kemudian akan menjadikan engkau mati”. Nyatanya ucapan Habib Umar itu dikabulkan Allah, akhirnya si pemberi hutang mati setelah ia menderita sakit beberapa waktu.

Disebutkan juga bahawa sebagian penduduk desa Huraidzah dipaksa menyerahkan tanah perkebunannya kepada kaum penguasa. Maka penduduk desa itu meminta bantuan dari Habib Umar untuk memaksa kaum penguasa itu agar membatalkan tuntutan mereka kepada penduduk Huraidzah. Ketika para penguasa mau menolak, maka Habib Umar mengancamnya akan mendoakan bagi mereka, maka mereka terpaksa membatalkan tuntutan mereka.

Disebutkan ada dua bersaudara pemilik kebun dari keluarga Ghanim yang berbuat zalim kepada tetangganya tentang pengairan bagi kebunnya. Ketika kedua bersaudara itu dilaporkan kepada Habib Umar, maka keduanya dinasihati agar memberikan hak tetangganya, tetapi keduanya menolak bahkan menentang Habib Umar dengan penuh kurang ajar sehingga Habib Umar berkata pada mereka: “Kalian akan kami masukkan ke dalam lautan yang tiada bertepi”. Akibat ucapan Habib Umar itu, maka salah satu dari kedua bersaudara itu ada yang berubah akalnya sehingga ia menyerang saudaranya, dan saudaranya ikut tak sadar sehingga keduanya saling hunus senjata tajam, akhirnya keduanya saling menikam hingga keduanya mati secara tidak terhormat.

Habib Umar selalu berfikiran positif

Dikenal oleh banyak orang bahawa Habib Umar selalu berfikiran positif dan pendapatnya dapat dijadikan petunjuk yang baik. Beliau melihat dengan mata hati. Karena itu banyak orang yang selalu mohon pendapat beliau. Bagi yang mengikuti pendapat dan kebijaksanaan beliau, maka ia akan senang. Sebaliknya bagi yang menyalahi pendapat beliau tidak sedikit yang menyesal dan rugi. Di antara pendapat beliau yang memberi manfaat adalah pendapat yang beliau berikan kepada Syeikh Muhammad ibnu Hussein al-Huraidhi untuk menghafal al-Quran. Sedangkan ia telah lanjut usia lalu diterimanya maka ia diberi kemudahan oleh Allah.

Di antara pula pendapat beliau bagi Syeikh Muhammad al-Amiri an-Nahdi untuk menanam pohon kurma di salah satu tempat yang bernama Dhahirah, tetapi pendapat Habib Umar itu dianggap lemah oleh sebagian orang. Untungnya Syeikh Muhammad al-Amiri menjalankannya, sehingga ia berhasil mendapatkan untung besar.

Disebutkan bahawa Syeikh Abdullah ibnu Said Bamika, pemilik masjid al-Aredh di kota Syibam termasuk salah satu dari orang-orang saleh yang gemar beribadah dan menjalin persahabatan yang erat dengan Habib Umar. Syeikh termasuk orang yang kaya, tetapi pada suatu masa kejayaannya menurun sampai ia jadi miskin. Ketika ia mengadukan kepada Habib Umar, maka beliau memberi petunjuk untuk melakukan suatu amal kebajikan. Syeikh Abdullah mengerti maksud petunjuk beliau itu, sehingga ia menggali sebuah sumur dan ia membangun sebuah masjid di tempat itu. Setelah itu, ia melaporkan apa yang ia lakukan kepada Habib Umar. Dengan restu Habib Umar, maka kekayaan Syeikh Abdullah kembali seperti sediakala.

Ketika penduduk Syibam bertanya kepada Habib Abdullah al-Haddad, mana yang bagus solat di masjid Abdullah Bamika ataukah di masjid milik orang lain, maka Habib Abdullah al-Haddad menganjurkan orang untuk solat di masjid Abdullah Bamika sebab masjid tersebut dibangun atas petunjuk seorang wali Allah, iaitu Habib Umar al-Attas.

Disebutkan juga bahawa ketika sebagian dari penduduk dari suku Nahdi datang kepada Habib Umar tentang lamanyamusim panas di desa mereka, sampai kebun-kebun kurma mereka banyak yang kering. Habib Umar menganjurkan mereka untuk menetap bersabar di desa mereka, mereka dilarang untuk pindah ke tempat lain, semoga tidak lama Allah akan menurunkan hujan ke desa mereka. Akhirnya dengan mengikuti petunjuk Habib Umar dengan tetap bersabar, maka tidak lama kemudian Allah menurunkan air hujan bagi penduduk desa itu, sehingga pengairan bagi kebun-kebun kurma mereka berjalan lancar lagi seperti sediakala.

Disebutkan bahawa Syeikh Umar bin Ahmad al-Hilabi al-Juaydi selalu berhubungan erat dan yakin sepenuhnya kepada Ahbib Umar, dan tidak pernah menyalahi pendapat beliau. Karena itu Habib Umar memohon kebaikan kepada Allah bagi Syeikh Umar al-Hilabi dan bagi anak cucunya. Pada suatu kali ketika Syeikh Umar ini singgah di tempat Habib Umar, maka ia disambut oleh beliau. Waktu itu baru menjelang musim panen. Ketika ia minta izin untuk meninggalkan tempat Habib Umar, maka beliau berkata: “Hai Umar, jika engkau sampai di desamu, maka panenlah dan ambillah hasil pohon kurmamu”.

Petunjuk Habib Umar itu dilaksanakan sebaik-baiknya oleh Syeikh Umar tanpa ragu-ragu lagi karena kuatnya itikadnya terhadap Habib Umar, padahal bila panen sekarang, maka hasilnya akan berkurang sampai penduduk desanya menegur dengan keras, bahkan di antara mereka ada yang menganggap Syeikh Umar sudah gila, untungnya ia tetap menghargai petunjuk Habib Umar.

Tidak lama kemudian ketika pasukan belalang menyerbu pohon-pohon kurma penduduk desa itu, semua hasil yang akan dipanen oleh penduduk desa itu rosak sehingga mereka menyesali nasib mereka karena tidak mendapat hasil panen kurma pada musim panen itu, sedangkan Syeikh Umar telah memetik hasilnya sebelum pasukan belalang menyerbu tanamannya. Maka mereka sadar akan rahasia petunjuk Habib Umar dan faedah mengikuti pendapatnya.

Disebutkan bahawa putra Syeikh Abdullah bin Muhammad bin Ahmad bin Afif sering ke desa Huraidzah untuk mengunjungi Habib Umar, karena ayah mereka adalah kawan dekat Habib Umar.

Pada suatu kali, Syeikh Ma’ruf, putra Syeikh Abdullah menginap di rumah Habib Umar sebelum beberapa hari, ia tidak mau ke tempat lain kecuali jika sudah mendapat izin dari Habib Umar.

Suatu hari ketika Syeikh Ma’ruf minta izin akan pulang, maka Habib Umar tidak mengizinkannya, setelah beberapa waktu ia minta pamit lagi, tetapi Habib Umar menolaknya, tetapi ia minta secara berkali-kali agar ia diberi izin. Setelah ia agak memaksa, maka Habib Umar berkata: “Kami menahan anda untuk pulang agar anda terhindar dari tuduhan pencuria yang akan terjadi dituduhkan penduduk desamu kepada saudara-saudaramu dan keluargamu”. Maka apa yang dikatakan oleh Habib Umar itu memang terjadi, sehingga Syeikh Ma’ruf terhindar dari tuduhan pencurian. Tetapi tidak lamapun tuduhan pencurian itu ditarik oleh penduduk desa Hajraian, karena pencuri yang sebenarnya dapat segera ditangkap.

Pada suatu hari ketika beliau berkumpul dengan tokoh-tokoh masyarakat dari kaumnya, maka beliau menasihati mereka untuk segera memperbaiki saluran-saluran air yang dipergunakan untuk mengairi kebun kurma mereka. Nasihat Habib Umar ini dilaksanakan oleh kaumnya meskipun bulan itu adalah bulan suci Ramadhan. Kebetulan setelah mereka selesai mengerjakannya, mereka pulang, maka tidak lama kemudian datang banjir, sehingga airnya melimpah ruah di tempat-tempat penampungan air yang telah mereka perbaiki.

Disebutkan pula bahawa pada suatu hari musim panas dan di mana paceklik yang luar biasa, tiba-tiba ada seorang lelaki yang sudah lanjut usia minta izin untuk ke Yaman. Ia telah menyimpan bekal makanan di rumahnya, tidak seorang pun yang tahu apa yang ia telah lakukan. Kata Habib Umar: “Mengapa engkau sore ini akan melakukan perjalanan ke tempat yang amat jauh dan perjalanannya pun amat berbahaya, padahal engkau masih menyimpan sejumlah bahan makanan di tempat yang amat rahasia sehingga tidak seorangpun yang mengetahuinya selain Allah”.

Setelah mendengar nasihat dan pertanyaan dari Habib Umar, maka orang tua itu mengurungkan niatnya. Tidak lama dari kejadian itu, maka ia sakit dan wafat, sehingga sejumlah bahan makanan yang ia sembunyikan itu jadi hidangan para pelawat jenazah orang tua itu.

Sikap Habib Umar tehadap kaum penguasa

Habib Umar dikenal sebagai seorang yang tidak merasa takut terhadap kaum penguasa. Beliau suka menasihati mereka meskipun nasihat beliau adakalanya dirasakan pahit oleh kaum penguasa. Dan beliau selalu menolak pemberian maupun hidangan mereka, sampaipun kayu bakar dari mereka beliau tidak mau menggunakannya.

Pada suatu hari, ketika utusan Sultan Badar al-Katsiri memberitahu bahawa Sultan Badar akan mengunjungi beliau di Huraidzah, maka beliau memberitahukan bahawa beliau yang akan mendatangi Sultan di mana ia berada, karena itu beliau minta akan Sultan tetap berada di mana ia sekarang berada. Kemudian Habib Umar segera berangkat dan beliau menyuruh pelayannya untuk membawa kopi, kayu bakar dan api, yang mana kopi itu untuk beliau minum di tempat Sultan, sebab beliau tidak mau minum apapun dari milik Sultan atau milik kaum penguasa.

Setelah beliau berhadapan dengan Sultan Badar, maka beliau memberinya nasihat-nasihat yang berguna mengenai dunia dan akhiratnya. Pada saat itu, Sultan Badar menyuruh pelayannya membuat kopi yang dicampur dengan madu dan diminta untuk dihidangkan kepada Habib Umar dan rombongannya. Setelah dimasak dalam waktu yang lama, maka Sultan menyuruh pembantunya untuk segera menyuguhkannya ke hadapan Habib Umar. Ketika si pembantu melihat ke dalam tempat air yang sedang dimasak, ia menjadi terkejut sebab di tempat air itu, air dan madunya tidak ada sehingga ia segera melapor kepada Sultan Badar. Laporan dari si pembantu itu menjadikan Sultan Badar menyadari bahawa Habib Umar sangat tingi rasa wara’nya dan ia merasa bahawa air kopi itu habis dikarenakan besarnya karomah beliau. Akhirnya Sultan Badar segera minta maaf kepada Habib Umar. Kata Sultan Badar: “Mengapa anda sampai kami ajak minum secangkir kopi dari kami saja anda tidak mau?” Jawab Habib Umar: “Memang, kalau kami tidak menjaga diri, tentunya kami tak akan dapat berbuat seperti itu”.

Biasanya jika penguasa minta pendapat dari Habib Umar, maka beliau memberi pendapat yang sejujurnya, walaupun pendapat beliau itu dirasa tidak menyenangkan hatinya.

Disebutkan ketika ada seorang penguasa di Hadramaut berkata kepada Habib Umar: “Kami selalu mengingatimu dan mengharap doamu wahai Habib Umar”.

Jawab Habib Umar: “Kami tidak takut kalian akan terkena gangguan dari warga barat dan timur, kecuali jika ada seorang yang teraniaya hak-haknya yang berdoa, sebab doa orang yang teraniaya akan segera dikabulkan oleh Allah. Di saat itu doaku tak dapat berguna bagi kalian”.

Habib Umar al-Attas dikenal sebagai seorang yang tidak mau menerima pemberian apapun bentuknya dari kaum penguasa. Meskipun demikian setiap hadiah yang diberikan kepada Habib Umar maka beliau menerimanya dengan penuh karomah selanjutnya beliau memberikannya lagi kepada yang memberinya dengan cara yang penuh hormat sehingga yang memberi tidak merasa tersinggung atau disedekahkan kepada fakir miskin.

Habib Umar sangat memperhatikan kepada para pengikutnya yang mencintainya

Keterkaitan perasaan Habib Umar terhadap pengikut-pengikutnya yang mencintainya amat besar. Tentang masalah ini banyak dikenal orang.

Di antaranya adalah sebagaimana yang dikisahkan oleh Syeikh Muhammad ibnu Ahmad Bamasymus berikut ini: “Waktu aku masih kecil, aku sempat menempuh perjalanan di padang pasir yang amat luas dan tandus bersama sekelompok rombongan. Ketika kami tiba di suatu tempat yang tidak ada airnya, maka kami merasa sangat haus, sehingga rombongan kami melarikan diri dan aku ditinggalkan seorang diri di tengah padang pasir yang tandus tidak dapat menyusul mereka. Kemudian tidak lama aku mendapatkan sebuah mata air sehingga aku minum airnya dengan sepuas-puasnya. Aku kira mata air itu adalah mata air lama yang biasa diambil airnya, kemudian aku melanjutkan perjalananku dan aku mendapatkan orang-orang yang meninggalkan aku tadi sedang berebut minum air di suatu mata air. Kemudian mereka merebahkan diri karena lelah dan haus. Ketika mereka melihat aku datang maka mereka menyilahkan aku minum di mata air itu, tetapi aku katakan bahawa aku telah minum di suatu mata air yang tadi kalian telah melewatinya. Mereka merasa heran akan perkataanku karena mereka merasa bahawa tidak mendapati mata air selain dari tempat mereka berada di saat itu. Setelah aku dewasa, ketika aku bertemu dengan Habib Umar, maka beliau bertanya kepadaku: “Wahai Muhammad, ingatkah engkau ketika engkau berada di suatu tempat yang tandus dan engkau hampir mati dari kehausan, maka engkau segera mendapati mata air dan engkau meminum sepuas-puasnya?” Ucapan Habib Umar itu mengingatkan aku bahwa hal itu suatu karomah dari beliau”.

Disebutkan Syeikh Muhammad Bamasymus juga bahawa pada suatu hari ketika kami dan Syeikh Ali Baras dan rombongannya berkunjung ke desa Habib Umar di Huraidzah, maka beliau menyuruh kami untuk meneruskan perjalanan ke bagian bawah Hadramaut. Ketika kami tiba di kota Tarim, aku menderita sakit hingga tidak dapat mengikuti rombongan Syeikh Ali Baras. Lalu ia menyuruh , maka sewaktu aku sampai di desa Dhibiy, bertambah keras sakitku sampai aku pengsan. Di malam hari ketika aku dalam keadaan sakit-sakitan, aku mendengar Habib Umar sedang berdehem di rumahnya di Huraidzah sedangkan aku sekarang di Wadi Dhibi. Maka di saat itu hilanglah pengikutku dan kesihatanku telah pulih kembali. Hal itu tidak lain dikarenakan kekeramatan beliau.

Dikisahkan oleh Syeikh Salim ibnu Abdul Qawi bahawa ayahnya yang bernama Abdul Qawi bin Muhammad Baqais, bahawa pada suatu hari Syeikh Abdul Qawi berjalan di suatu pergunungan bersama seorang kawannya. Ketika keduanya akan naik ke atas, maka keduanya mencari jalan yang dilewati agar dapat sampai ke atas. Singkat katanya, keduanya mendapati satu jalan sempit ke arah atas. Jalan itu hanya dapat dilewati seorang saja. Ketika kawannya naik lebih dahulu, tiba-tiba satu batu besar jatuh ke bawah. Kebetulan pada waktu itu Syeikh Abdul Qawi sedang naik ke atas sehingga batu besar yang melewati jalan yang sempit itu sehingga Syeikh Abdul Qawi merasa terancam dan ia terkejut. Untung pada saat itu ia ingat kepada Habib Umar sehingga ia berteriak memanggil nama Habib Umar al-Attas. Dengan izin Allah, maka batu itu sudah berada di belakangnya sampai ia terhindar. Tentunya kejadian itu adalah sebagai bukti adanya pertolongan Allah dan adanya kekeramatan Habib Umar al-Attas.

Disebutkan bahawa Syeikh Salmin ibnu Umar dan kawan-kawannya pergi ke Yaman. Mereka naik kuda. Syeikh Salmin dikenal sebagai penunggang yang mahir. Ketika rombongan melewati suatu pantai, tiba-tiba kuda yang ditunggangi Syeikh Salmin berjalan di tepi laut. Kebetulan di saat itu ada gelombang yang menerjang kuda Syeikh Salmin, hingga kudanya Syeikh Salmin terseret ke tengah laut sampai kawan-kawannya sangat menyesalkan keadaan kawannya yang terseret ke tengah lautan itu. Mereka tidak dapat memberikan bantuan sedikitpun pada Syeikh Salmin. Kebetulan Syeikh Salmin yang sedang menghadapi maut itu ingat kepada Habib Umar sehingga ia berteriak menyebut nama Habib Umar dan ia bernazar jika ia diselamatkan Allah dari bahaya maut itu, maka ia akan memberikan harga kuda itu kepada Habib Umar. Dengan rahmat Allah, maka ia seolah-olah diselamatkan oleh seseorang yang sedang naik seekor kuda. Setelah ia selamat, maka ia menaiki kudanya yang tadi ikut terseret ke tengah lautan itu. Tidak lamapun ia dapat mengejar kawan-kawannya hingga mereka tercengan dan merasa gembira. Maka ia menceritakan apa saja yang ia dapati dan iapun memenuhi nazarnya bagi Habib Umar.

Disebutkan juga bahawa Muhammad ibnu Hushin al-Huraidhi yang pernah diajarkan oleh Habib Umar al-Attas untuk menghafalkan Al-Quran meskipun usia sudah lanjut, dengan keyakinannya, maka ia melakukan anjuran Habib Umar dan akhirnya ia dapat menghafal Al-Quran di luar kepala.

Pada suatu hari, Muhammmad ibnu Hushin al-Huraidhi ini bergadang bersama teman-temannya. Kebetulan pada waktu itu sedang musim belalang yang merosak tanaman. Mereka sepakat untuk membakar belalang mulai dari sarangnya yang ada di suatu gua di tempat yang bernama Gorgodah sebelah utara desa Huraidzah. Pada malam itu, mereka keluar dengan membawa api dan pelepah-pelepah pohon kurma menuju gua yang dimaksud. Sesampainya di dalam gua dari obor seorang di antara mereka menimbulkan api membara di tempat sekitarnya. Nampaknya api itu dianggap remeh oleh mereka, karena itu mereka tidak memperdulikannya. Setelah api makin membesar maka mereka tidak mendapat jalan keluar dari gua itu sehingga mereka yakin bahawa mereka akan binasa. Maka di saat itu mereka teringat terhadap Habib Umar, kemudian mereka memohon ampun kepada Allah dengan bertawasul kepada Habib Umar. Maka dengan balas kasih Allah salah satu dari celah gua itu terbuka sehingga terbentang jalan keluar bagi mereka dari gua itu. Itula salah satu dari kesekian cerita dari kekeramatan Habib Umar. Kata Habib Ali ibnu Hasan al-Attas: ” Kisah yang dialami Muhammad ibnu Hushin dan kawan-kawannya di dalam gua itu sangat mirip dengan kisah 3 lelaki Bani Israel yang terjebak dalam gua seperti yang disebutkan di dalam Hadith Bukhari”. Bahkan keadaan ini lebih menakutkan.

Kasih sayang Habib Umar terhadap binatang

Habib Umar amat sayang kepada binatang. Hal itu terlihat dari kejadian-kejadian berikut ini. Disebutkan beliau bila masuk ke rumahnya, maka ia minta diambilkan sejumlah makanan yang dimiliki keluarganya demi untuk keledainya yang baru beliau tunggangi.

Disebutkan juga bahawa Habib Umar melarang Syeikh Salim al-Junaid untuk memukul keledainya yang mogok di suatu tempat yang amat panas. Beliau suruh Syeikh Salim untuk mengangkat leher keledainya dan Habib Umar ikut membantunya. Meskipun keledainya itu mogok berkali-kali, tetapi Habib Umar tetap melarang Syeikh Salim untuk memukulnya.

Pada suatu kali, ada seorang dari Lahrum yang membawa ternaknya dengan memukuli ternaknya dengan keras. Maka ia datang kepada Habib Umar. Ketika ia hendak berjabat tangan dengan Habib Umar, maka Habib Umar menolak berjabat tangan dengannya. Jawab Habib Umar: “Aku tidak mau berjabat tangan denganmu karena tanganku sakit”. Maka orang tadi bertanya: “Karena apa?” Jawab beliau: “Dari sakitnya pukulan tersebut ketika engkau memukuli binatang-binatang ternakmu tadi”. Ketika orang itu minta maaf kepada Habib Umar maka beliau menasihatinya dengan keras agar ia tidak mengulangi perbuatannya itu.

Gangguan-gangguan yang menimpa Habib Umar al-Attas

Seorang yang mempunyai tugas sebagai Da’i sekaligus penegak kebenaran, maka gangguan-gangguannya tidak sedikit, bahkan beliau mendengar seorang yang berkata kepada beliau: “Alangkah enaknya anda wahai Habib Umar, sebab seorang semacam anda tidak akan ada orang yang berani membenci anda”. Maka beliau berkata: “Katakan kalimat Lailaaha illallah sebanyak orang-orang yang membenci Habib Umar”. Hal ini menunjukkan akan banyaknya orang-orang yang memusuhi beliau.

Orang-orang yang mengganggu dan menyakiti Habib Umar itu bukan sahaja dari orang-orang luar, tapi dari orang dalam rumah beliau sendiri, iaitu dari isteri beliau sendiri. Adapun ceritanya sebagai berikut:
Pada suatu malam anda serombongan tamu datang ke rumah Habib Umar. Maka beliau membangunkan isterinya dan menyuruhnya membuatkan makanan malam bagi tamu-tamu beliau, tetapi isteri beliau menolaknya. Habib Umar memintanya dengan lemah lembut tetapi isteri beliau tetap menolaknya. Akhirnya Habib Umar terpaksa keluar rumah tetangganya minta tolong agar isterinya memasak buat makan malam tamu-tamu beliau. Maka isteri tetangga itu berkenan membuatkan makan malam bagi tamu-tamu Habib Umar.

Yang menyakitkan Habib Umar tidak saja terjadi semasa Habib Umar masih hidup, tetapi setelah beliau wafatpun, tidak sedikit yang menghasut dan mencaci-maki beliau. Anehnya setelah orang-orang yang menghasut itu melihat kekeramatan Habib Umar, maka baru mereka menyesal dan mengakui besarnya kekeramatan beliau.

Isteri-isteri Habib Umar al-Attas

Menurut berita yang dapat dipercaya disebutkan bahwa Habib Umar pernah menikah dengan tiga belas orang wanita. Ada lapan wanita yang sempat memberi anak bagi beliau, sedangkan yang lima orang tidak sempat memberi anak bagi beliau.

Adapun isteri-isteri beliau yang sempat memberi anak bagi Habib Umar adalah:
-

Sultonah binti Umar bin Reba’ sempat memberi dua anak bagi beliau, iaitu Salim dan Musyayakh.

Adapun isteri-isteri beliau yang tidak sempat memberi anak:

Seorang wanita dari keluarga Basurah Baalwi dari Hainan. Beliau mengahwini wanita ini sebab wanita ini mengalami terlambat kawin.


Seorang wanita dari desa Huraidzah, ia bernama Solahah. Beliau mengahwinnya tepat diawal beliau di desa Huraidzah.
Beliau sempat menikah dengan dua orang wanita dari keluarga Bajabir dari Andal.
Beliau pernah menikah dengan seorang wanita dari Manwab.
Ketika Habib Umar berkunjung ke desa Qaydun untuk mengunjungi Syeikh Said bin Isa al-Amudi maka beliau sempat melamar putri Habib Abu Bakar bin Muhammad Bafaqih. Lamaran beliau diterima oleh Habib Abu Bakar. Dengan ini, maka terjadilah hubungan yang sangat erat antara dua tokoh ini, hanya saja tidak sampai jadi perkahwinan.

Anak-anak Habib Umar

Jumlah anak-anak Habib Umar ada 14 orang, 9 anak-anak lelaki, 5 anak-anak perempuan. Adapun anak-anak lelaki beliau adalah: Salim, Musyayakh, Hussein, Abdurrahman, Ali, Syeikh al-Albar, Muhsin, Syeikh dan Abdullah.

Adapun anak-anak perempuan beliau adalah: Syeikha, Alwiyah, Fatimah, Asma’ dan Salma.

Selain itu, beliau masih mempunyai banyak anak-anak lelaki dan perempuan yang wafat di waktu kecil.

Di antara anak-anak lelaki beliau yang menurunkan anak cucu adalah: Salim, Hussein, Abdurrahman, Syeikh dan Abdullah. Sedangkan anak-anak beliau yang lain tidak mempunyai anak.

Isyarat tentang dekatnya ajal beliau

Disebutkan bahawa Habib Umar al-Attas pernah memberitahukan dekatnya ajalnya, adakalanya pemberitahuan itu berupa isyarat-isyarat yang dapat dimengeti, tetapi ada pula yang terang-terangan. Disebutkan bahwa ketika beliau ditanya oleh seorang pada umur berapa beliau akan wafat, maka beliau mengisyaratkan pada usia 80 tahun. Kenyataannya memang demikian. Berita tersebut pernah disampaikan oleh Habib Abdullah, putra beliau.

Disebutkan pula, ketika beliau bertemu dengan tokoh-tokoh Ba’alawi sepert habib Abdullah al-Haddad, Habib Ahmad bin Hashim dan Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi di desa Sad’beh. beliau sempat memberi pesan-pesan terakhir bagi mereka dan beliau mengatakan: “Mungkin saat ini adalah pertemuan terakhir dengan kalian di dunia, aku akan menemui kalian kelak”. Kemudian beliau meninggalkan desa Sad’beh menuju desa Nafhun. Tidak lama setelah beliau tiba di desa Nafhun, beliau wafat.

Di akhir hayat beliau, ketika beliau solat Jum’at di masjid desa Nafhun, maka beliau duduk di depan pintu masjid sebagaimana tertera di atas. Beliau memberi nasihat-nasihat yang baik bagi pengikut-pengikutnya, kemudian beliau bertanya kepada mereka: “Bukankah aku telah menyampaikan pesan-pesan Allah ini?” Jawab pengikut-pengikut beliau: “Ya”. Kemudian beliau berkata: “Ya Allah, saksikanlah ucapan mereka, sesungguhnya Engkau sebaik-baik yang menyaksikan”. Setelah mendengar ucapan beliau yang terakhir itu, salah seorang pengikut beliau ada yang berkata kepada putra beliau, Habib Hussein: “Ucapan ayahmu yang terakhir ini mengisyaratkan bahawa beliau akan meninggalkan kita, lalu memberikan bela sungkawa terhadap Habib Hussein”.

Awal sakit beliau

Disebutkan oleh Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi, bahawa ketika beliau berkunjung ke tempat Habib Umar beserta murid-muridnya ke Huraidah tetapi Habib Umar berada di Sahrun. Habib Isa tidak diperkenankan masuk ke tempat Habib Umar dan beliau menyuruh untuk menunggu. Demikian pula ketika al-Habib Ahmad bin Hasyim al-Habsyi tiba di tempat itu dan ingin berkunjung Habib Umar, maka beliau pun ditolak menemui Habib Umar, sebelum diizinkan oleh beliau. Pada hari itu juga al-Habib Abdullah al-Haddad tiba bersama-sama murid-muridnya di tempat itu dan beliau disuruh menunggu di tempat itu.

Tidak lama kemudian Habib Umar menemui ketiga tokoh Ba’alawi itu bersama rombongannya secara singkat. Dalam pertemuan itu, beliau berdo’a dan beliau memberi libas kepadanya mengajak membaca surat al-Fatihah. Kemudian beliau berkata: “Hari ini adalah hari pertemuan terakhir di dunia ini, semoga kita dapat bertemu lagi di sisi Allah”. Kemudian Habib Umar menyuruh kepada Habib Abdullah al-Haddad untuk pergi ke Haynan dan Habib Ahmad bin Hasyim untuk pergi ke Hajrain dan beliau juga memberikan libas kepadanya. Sedangkan Habib Isa bin Muhammad diajak ke desa Huraidzah bersama beliau. Setelah keduanya tiba di desa Andal maka keduanya menghadiri majlis pembacaan Maulud Nabi S.A.W. Selanjutnya pada keesokan harinya sewaktu sampai di desa Hunfur, Habib Isa diperintahkan ke desanya dan selanjutnya diminta pada malam Khamis untuk pergi ke desa Nafhun. Kata Habib Isa: “Aku tiba di desa Nafhun pada malam Khamis dan aku dapatkan putra-putra Habib Umar dan kawan-kawan serta murid-muridnya yang datang dari pelbagai tempat sedang berkumpul dengan beliau”.

Di waktu menjelang saat wafatnya Habib Umar, beliau mengulang-ulang mengucapkan bait puisi:

”Wajah kekasihku adalah tatapanku, aku senantiasa menghadapkan wajahku kepada-Nya,
cukuplah dia sebagai kiblatku dan aku pun pasrah diri kepada-Nya”. Kedua bait puisi di atas adalah ucapan Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus al-Adni.

Al-Habib Hussein bin Umar al-Attas: “Ketika saat menjelang kewafatannya, ayahku mengulang-ulangi bait-bait puisi al-Faqih Umar Bamahramah:

”Jika bukan dikarenakan besarnya harapan kepada Allah dan berkeyakinan yang baik terhadap orang-orang yang menghiasi masjid dengan yang selalu menghadiri solat berjamaah, tentunya tak seorangpun di antara kami yang mengharapkan kesenangan pada sisia umur, sebab beristirehat di perkuburan adalah lebih baik dan lebih bermanfaat dari hidup di dunia, berada di antara orang-orang yang suka berbuat fitnah dan suka menghasut”.

Dikatakan pula oleh al-Habib Hussein bahawa sebelum tiba saat kewafatannya, Habib Umar sempat mengulang firman Allah:

”Katakan, hai hamba-hamba-Ku yang telah menzalimi dirinya, janganlah kalia berputus-asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah berkenan memberi ampun seluruh dosa-dosa, sesungguhnya Dia Maha Pemberi Ampun dan Maha Penyayang”.

Dikatakan pula bahawa Habib Umar sering membaca surat al-Fatihah kemudian beliau mengusap tangannya ke wajahnya. aku pernah bertanya kepada beliau: “Mengapa aku sering melihatmu membaca al-Fatihah kemudian engkau mengusapkan tanganmu ke wajahmu?” Jawab Habib Umar: “Kira-kira mengapa aku melakukan hal itu?” Kata Habib Hussein: “Aku tidak tahu”. Kata Habib Umar: “Apa yang dikatakan orang banyak?” Jawab Habib Hussein: “Mereka sering mengeluh tentang kesulitan mereka”. Kata Habib Umar: “Sesungguhnya aku memperbanyak membaca al-Fatihah dengan harapan semoga mereka dijauhkan dari segala bencana dan diberi kebahagian sebab mereka peru diperhatikan”.

Kata al-Habib Hussein bin Umar: “Selama dalam sakitnya, ayahku sering tidak sedarkan diri. Jika beliau sadar, maka beliau sering menanyakan keadaan para sesepuh ulama yang ada beliau. Ketika beliau ditanya tentang dimanakah beliau harus dikuburkan, maka beliau berkata: “Mohonlah petunjuk kepada Allah, nanti Allah memberi petunjuk kepadamu”. Nyatanya setelah beliau wafat, maka banyak pertolongan-pertolongan yang datangnya dari berbagai tempat. Sebelum beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir, beliau berwasiat kepada kami: “Perhatikanlah keadaan agama kalian, hendaknya kalian saling tolong-menolong dan bersabar, sebab besabar akan memberi hasil yang memuaskan”. Di saat itu pula beliau berdo’a memohonkan pertolongan bagi orang-orang Islam agar diberi kesabaran bila mereka berpisah dengan beliau”.

Di saat yang sekrisis itu, beliau bertanya tentang muridnya Syeikh Abbas bin Abdillah Bahafash, apakah ia sudah datang dari desa Huraidzah, sebab beliau minta dimandikan oleh Syeikh Abbas. Untungnya Syeikh Abbas tiba di malam harinya sebelum beliau wafat, sehingga beliau bergembira atas kedatangannya.

Ketika sedang menghadapi saat-saat terakhir, maka beliau menyuruh orang-orang yang ada di sekitarnya untuk berzikir di sisinya dengan suara keras, sehingga terdengar seperti gaungnya Tawon. Beliau menghembuskan nafas terakhir dengan keadaan berzikir dan diiringi dengan suara zikir dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

Sebelum beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir, beliau minta diwudhui. Maka Syeikh Abbas bin Bahafash mewudhui beliau. Ketika Syeikh Abbas lupa menyela-nyela janggut beliau, maka beliau mengingatkannya dengan gerakan tangan sebab pada waktu itu beliau sudah tak dapat berkata-kata, tentunya hal itu ada sebagai petanda bahawa beliau selalu mengikuti jejak sunnah Rasulullah S.A.W. Sekalipun di saat yang sangat krisis.

Di saat itu, salah seorang murid beliau yang menyebut-nyebut kalimah Laa Ilaaha Illallah di sebelah telinga beliau sebagaimana yang disunnahkan Rasulullah S.A.W. meskipun orang itu telah diberitahu bahawa perbuatan semacam itu tidak perlu dilakukan terhadap Habib Umar yang telah menjadikan kalimat zikir telah menyatu dengan darah dan dagingnya.

Habib Umar menghembuskan nafasnya yang terakhir di tengah malam , iaitu malam Khamis tanggal 23 Rabi’ul Akhir 1072H. Wafatnya Habib Umar membuat murid-murid dan pengikut beliau sedih yang sangat mendalam baik kecil maupun besar. Beliau wafat di desa Nafhun , tetapi jenazah beliau dimakamkan di desa Huraidzah pada hari Khamis sore. Para pelawat jenazah beliau mengadakan pembacaan al-Quran dan mengkhatamkannya berkali-kali dan hal itu berlangsung lapan hari di sisi kubur beliau. Hal itu menunjukkan betapa besarnya karomah beliau. Tepat pada dikuburkannya Habib Umar, suasana di desa itu diliputi mendung dan hujan. Kepergian Habib Umar banya membangkitkan keinginan para penyair untuk menuangkan duka-cita mereka dalam bait-bait puisi yang indah. Di antara puisi al-Faqih Umar bin Qadim.

Beberapa mimpi tentang keadaan Habib Umar setelah beliau wafat

Tepat di malam wafatnya Habib Umar al-Attas, salah seorang saleh dari keluarga Ba’alawi di Tarim bermimpi seolah-olah bulan dan matahari terjatuh di tanah keluarga Ba’alawi, nyatanya ia mendengar khabar tentang wafatnya Habib Umar.

Disebutkan oleh Syeikh Abdullah bin Syeikh Ali bin Abdullah Baras, katanya ketika Syeikh Ali telah wafat, maka Syeikh Muhammad bin Ahmad Bamasymus mimpi bertemu dengan Syeikh Ali Baras dan ia bertanya kepadanya: “Di manakah engkau bertemu dengan Habib Umar?” Jawab Syeikh Ali Baras: “Aku sempat berjabatan tangan dengan Habib Umar di dekat Arasy Tuhan”.

Disebutkan oleh seorang keluarga Bawazir, bahwa ia bermimpi di suatu malam seolah-olah hari kiamat telah tiba. Pada saat itu seolah-olah manusia sedang berkumpul di padang Mahsyar, jumlah mereka amat banyak. Ketika mereka sedang berada di tengah-tengah padang Mahsyar, tiba-tiba ada api di bawah Hadraumaut, sedangkan Malaikat menggiring manusia dengan besi yang amat panjang. Ketika orang-orang itu melihat api dan rantai yang panjang, maka mereka berlarian ke sebuah tempat di Wadi Amed, maka aku lihat ada cahaya turun dari langit seperti awan putih yang mengumpal. Ketika aku tanyakan: “Apa kejadian ini?” Maka dikatakan: “Ini adalah cahaya Tuhan Yang Maha Mulia yang hendak menghakimi manusia di padang Mahsyar. Di saat itu aku lihat Habib Umar berdiri di bawah pancaran cahaya itu, sedangkan Malaikat Ridwan berada di sebelah kanan beliau. Demikian pula Malaikat Malik hadir dengan wajah yang seram. Kemudian aku lihat Habib Umar memohon syafaat kepada Allah bagi umat Muhammad S.A.W: “Wahai Tuhan kami, mereka adalah umat Muhammad S.A.W, mereka datang kepada Engkau dengan menyaksikan bahawa tiada Tuhan selain Allah dan menyaksikan bahawa Muhammad utusan Allah, mereka mendirikan solat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, beribadah Haji, bersedekah, menyambung tali kekerabatan, menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat, karena takut kepada-Mu. Jika Engkau seksa mereka, maka mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Ucapan Habib Umar itu dibantah oleh Malaikat Malik: “Wahai Tuhan kami, mereka tidak seperti yang dikatakan oleh Habib Umar. Mereka meninggalkan solat, tidak mau bayar zakat, tidak berpuasa dan tidak berhaji, dan mereka selalu melanggar larangan-larangan-Mu. Habib Umar mengulangi permohonannya sekali lagi dan Malaikat Malik pun mengulangi bantahannya pula, sampai akhirnya Allah berfirman: “Demi kemuliaan-Ku, Aku terima permohonan Habib Umar dan Aku berkenan mengampuni mereka”. Allah berfirman: “Wahai Malaikat Ridwan, bukalah pintu Syurga dan ajaklah mereka masuk ke dalamnya”. Maka Malaikat Ridwan bangkit dan bergembira dan melaksanakan perintah Allah kepadanya. Sedangkan Malaikat Malik terlihat amat geram. kata orang yang bermimpi itu: “Pada saat itu, seolah-olah aku berdiri bersama mereka dengan memegangi baju Habib Umar dan aku merasa amat takut sehingga aku berkata kepada Habib Umar: “Wahai Habib Umar, bicaralah kepada Malaikat Ridwan agar aku dimasukkan Syurga bersamanya”. Kata Habib Umar: “Pergilah engkau bersama mereka ke dalam Syurga kerana permohonanku telah diterima oleh Allah bagi uma ini”. Kataku: “Bicarakanlah dengan Malaikat Ridwan untuk membawa ke dalam Syurga, sebab aku takut dengan dosa-dosaku yang amat banyak”. Kata Habib Umar: “Wahai Malaikat Ridwan, bawalah orang ini ke dalam Syurga”. Jawab Malaikat Ridwan: “Biarkan ia pergi bersama”. Ketika Malaikat Ridwan memegangi tanganku dan mengajakku ke dalam Syurga, maka aku terbangun karena terasa amat senang”.

Kata-kata mutiara dari Habib Umar al-Attas

Habib Umar pernah berkata: “Perhatikan kebiasaan baik yang engkau inginkan, wafat dalam kebiasaan itu, karena itu tetaplah engkau dalam kebiasaan seperti itu, dan perhatikanlah kebiasaan buruk yang tidak engkau inginkan wafat dalam kebiasaan seperti itu, kerana itu jauhilah kebiasaan itu”.

Habib Umar berkata: “Jika engkau melihat seorang selalu berkelakuan baik, maka yakinlah engka orang itu teguh agamanya”.

Habib Umar berkata: “Sumber-sumber ilmu tidak akan berkurang sedikitpun dari generasi terkemudian, akan tetapi pada umumnya mereka datang dengan membawa wadah yang bocor, sehingga tidak memperoleh ilmu kecuali sedikit.”

Habib Umar berkata: “Sebagian orang yang datang dengan membawa benjana yang dapat mencukupinya dalam waktu sebulan, ada yang mencukupinya hanya 8 hari, ada juga yang mencukupinya sehari, tetapi ada juga yang dapat mencukupinya sepanjang hidupnya”.

Ketika beliau mendengar sabda Nabi S.A.W:

”Seseorang adakalanya beramal kebajikan-kebajikan sampai antara ia dengan Syurga hanya tinggal sejengkal, tetapi dalam ketentuan Illahi, ia ditetapkan sebagai penghuni Neraka, sehingga ia melakukan perbuatan-perbuatan amal penghuni Neraka, sampai ia masuk ke dalam Neraka. Seseorang adakalanya beramal kejahatan-kejahatan sampai antara ia dengan Neraka hanya tinggal sejengkal, tetapi dalam ketetapan Illahi, ia ditetapkan sebagai calon penghuni Syurga, sampai ia masuk ke dalam Syurga”.

Komentar Habib Umar: “Seseorang yang selalu mengerjakan amal-amal ahli Syurga, kebanyakkannya akan masuk ke dalam Syurga, sebab perbuatan lahiriyah adalah lambang perbuatan batiniyah. Jika ia sampai masuk ke dalam neraka, maka hal itu jarang sekali. Hal itu seperti seorang yang jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, tentunya orang itu tidak akan berbahaya. Demikian pula seorang yang melakukan amal-amal penduduk neraka, kebanyakannya ia akan masuk ke dalam neraka. Tetapi kalau ia masuk ke dalam Syurga, maka hal itu jarang terjadi sekali. Hal itu seperti seorang yang jatuh dari puncak gunung, kebanyakannya akan mati”.

Habib Umar berkata: “Seorang yang melakukan amal kebajikan tetapi ia suka makan yang diharamkan, maka ia seperti seorang yang mengambil air dengan tempayan yang datar, alias tidak akan memperoleh pahala sedikitpun”.

Habib Umar berkata: “Dulu di antara manusia, ada yang datang membawa pelitanya lengkap dengan minyak dan koreknya yakni dengan persiapan yang lengkap, sehingga gurunya dapat menyalakan. Tetapi kini, banyak di antara yang datang kepada gurunya tetapi mereka tidak membawa apapun gurunya dapat menyalakan”.

Habib Umar berkata: “Bersabar itu akibatnya adalah positif. Allah akan selalu memberi akibat positif bagi seorang yang bersabar. Alhamdulillah apa yang dikehendaki Allah pasti akan ditentukan, dan apa yang akan dilaksanakan Allah, maka akan terlaksana”.

Habib Umar berkata pada sekelompok kaum petani: “Apakah kaum petani akan tidur nyenyak di malam hari, bila di malam hari ada pembagian air untuk sawah-sawah mereka yang dapat mengairi sawah-sawah mereka?” Jawab mereka: “Tidak seorangpun akan tidur di antara kami.” Kata Habib Umar: “Hendaknya orang-orang yang menghendaki keselamatan di akhirat meninggalkan tidurnya, demi untuk mendapatkan siraman rahmat di tengah malam hari”.

Ketika dibacakan bait puisi Syeikh Abdul Hadi Assudi:

”Siapa yang mencinta Suad, hendaknya selalu tidak tidur di malam hari”.
Habib Umar memberi komentarnya: “Siapa mencintai Huraidzah, maka ia tidak tidur di malam hari, artinya siapa yang mencintai seorang, maka ia harus mengikuti perjalanannya, sebab mengikuti perilaku seseorang sebagai tanda cinta kepadanya”.

Habib Umar berkata: “Hendaknya kalian senantiasa menghadirkan hati kalian kepada Allah dan hendaknya kalian senantiasa menghadirkan hati kalian kepada Allah dan hendaknya kalian bertawakal kepada-Nya sepenuh hati, sebab Allah mengetahui di manapun kalian berada.”

Habib Umar berkata: “Syaitan dapat menggoda manusia dari sisi manapun yang tak pernah ia perkirakan”.

Habib Umar berkata: “Buah kurma atau buah ketimun dari sumber yang halal lebih baik dari bubur daging dari sumber syubhat”.

Habib Umar berkata: “Janganlah terlalu perduli kepada dunia dan penghuninya dan janganlah merasa iri pula dengan pakaian atau makanan yang dimiliki oleh penghuninya”.

Pada suatu hari, ketika banyak orang yang mengucapkan kata belasungkawa kepada Habib Umar atas wafatnya putranya beliau yang masih kecil, maka beliau berkata dengan ungkapan yang dipenuhi rasa hairan: “Alangkah entengnya musibah dalam agama menurut kalian, padahal kalian tidak pernah menyatakan belasungkawa andaikata aku terlambat solat berjamaah artinya terlambat solat berjamaah lebih pantas untuk disesali atas kewafatan seseorang anak kecil”.

Ketika beliau mendengar kekaguman sebagian orang yang menyaksikan kekeramatan seseorang wali, maka beliau berkata: “Sesungguhnya semua itu hanyalah kemurahan Allah yang memberikan kepada seorang hamba”.

Ketika disebutkan kepada beliau: “Mengapa dialek bahasamu tidak berubah, padahal engkau telah lama tinggal di bagian atas Hadramaut?” Jawab Habib Umar: “Seorang yang merubah dialek bahasanya adalah seorang yang kurang akalnya”.

Habib Umar berkata: “Desa Huraidzah adalah wilayah kehormatan kami, adapun wilayah kehormatan Syeikh Abdul Qadir Djaelani ada di masa sebelum kami, barangsiapa yang melakukan perbuatan yang lahiriyahnya maka akan kami lakukan baginya perbuatan lahiriyah pula, demikian pula barangsiapa yang melakukan perbuatan batiniyah, maka kamipun akan melakukan hal serupa baginya”.

Ketika ada seorang berkata kepada Habib Umar: “Wahai Habib Umar, kelak kami ingin dikubur bersebelahan dan berdekatan denganmu”. kata Habib Umar: “Kami harap akan memberi syafaat bagi seluruh penduduk Huraidzah atau penduduk dunia”.

Ketika ada sebagian orang berkata si fulan lebih baik dari si fulan, maka Habib Umar berkata: “Yang dikatakan orang baik adalah seorang yang telah melewati pintu Syurga sampai masuk ke dalamnya”.

Habib Umar berkata: “Aku beserta putra-putraku di mana saja mereka berada”. Ditanyakan kepada beliau: “Wahai Habib Umar, bagaimana mungkin engkau dan putra-putramu berada di tempat ini yang jauh dari kota-kota yang besar dan yang terkenal dengan wali-wali seperti kota-kota Tarim?” Jawab Habib Umar: “Harumnya suatu tempat tergantung keharuman penduduknya, demikian pula kami akan mengharumi negeri kami sendiri”.

Habib Umar berkata: “Kezaliman kaum penguasa terhadap rakyatnya akan menambah kebajikan bagi rakyat negeri itu, baik di dalam masalah dunia maupun akhirat, yang sedemikian itu sama halnya dengan sebuah sumur, makin banyak diambil airnya maka sumur itu makin banyak memancarkan air, sebaliknya jika sumur itu tidak diambil airnya, maka tidak akan bertambah airnya sedikitpun, mungkin arnya akan menjadi busuk, karena air di dalamnya tidak pernah bergerak”.

Ketika ada seorang dermawan yang mengeluh kepada Habib Umar bahawa ia tidak bisa mengerjakan solat di awal waktunya, dikarenakan ia tidak mau menolak permintaan orang yang minta bantuan daripadanya meskipun telah tiba waktu solat, maka Habib Umar berkata: “Wahai saudaraku, bila waktu solat telah tiba, tinggalkan semua kegiatanmu sebab Allah lebih pantas untuk diperhatikan daripada yang lain”.

Beliau menganjurkan setiap orang yang telah mengkhatamkan bacaan al-Quran yang ditujukan bagi arwah-arwah orang-orang yang telah wafat, hendaknya ia membaca Tahlil iaitu mengucapkan Laa Ilaaha Illallah seberapa banyak yang ia kehendaki, kemudian dilanjutkan Subhaanallahi Wabihamdi beberapa banyak yang ia kehendaki, kemudian dilanjutkan dengan membaca Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah sebanyak 3 kali dengan memanjangkan bacaannya, kemudian hendaknya ia mengucapkan solawat sebanyak 3 kali iaitu Allahumma Solli ‘Alaa Habibika Sayyidina Muhammadin Wa Alihi Wa Shohbihi Wasallim, kemudian hendaknya ia mengucapkan Ya Rasulullah ‘Alaika Salam Ya Rasulullah Salamun Fi Salamin ‘Alaika sebanyak 3 kali, setelah itu hendaknya membaca al-Fatihah sebanyak 1 kali, surat al-Ikhlas 11 kali, surat al-Falaq sebanyak 1 kali, surat an-Naas sebanyak 1 kali, ayat Kursi 1 kali, akhir surat al-Baqarah 1 kali dan surat al-Qadar 1 kali dengan niat menghadiahkan pahalanya kepada arwah yang dituju”.

Pernah Habib Umar menganjurkan muridnya membaca Istighfar dan Alhamdulillah sebanyak mungkin setelah seorang membaca Maulud.

Habib Umar menganjurkan untuk memperbanyak membaca Istighfar dan Solawat, sebab keduanya adalah sebaik-baik zikir yang dapat menolong kesulitan di masa kini.

Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Jika engkau mengucapkan sebanyak 11 kali tiap kali kalimat-kalimat ini, berarti engkau telah menjalankan apa yang pernah diajarkan oleh Habib Umar al-Attas:

Disebutkan ada seorang pengikut Habib Umar berkata beliau: “Aku lihat orang-orang yang berada di majlis ini Wali semuanya”. Kata Habib Umar: “Apa yang engkau katakan itu memang benar”. Ketika orang itu keluar dari Majlis Habib Umar, maka beliau ditanya oleh seorang yang hadir dari Majlis itu tentang maksud ucapan beliau kepada orang tersebut. Maka Habib Umar berkata: “Sesungguhnya orang itu telah diangkat menjadi Wali Allah, sehingga melihat orang lain menurut cerminnya, sebab seorang mukmin menjadi cermin mukmin hainya”.

Kesaksian orang-orang mulia tentang kebesaran al-Habib Umar al-Attas

Disebutkan ketika Habib Umar al-Attas dan sekelompok orang datang ke tempat Habib Husin bin Syeikh Abu Bakar bin Salim, maka Habib Umar berada di jajaran paling belakang di antara mereka dan pakaian beliau pun agak lusuh dan buta kedua matanya. Ketika Habib Husin melihat pada diri Habib Umar, maka beliau berkata kawan-kawan Habib Umar: “Mengapa kalian lebih menonjolkan hal-hal yang nampak saja sampai kalian tidak mau memuliakan orang ini pada tempat yang semestinya. Andaikata kamu tahu kedudukan Habib Umar yang sebenarnya, pasti kalian akan tunduk kepadanya dan pasti kalian akan lebih memuliakan kepada beliau”.

Ketika Habib Muhammad bin Alawi bin Abu Bakar bin Ahmad bin Syeikh Abdurrahman as-Seggaf, seorang wali yang berdomisili di kota Makkah menerima salam dari Habib Umar lewat Syeikh Salim bin Ali Ba’ubad, maka ia menundukkan kepalanya sejenak, kemudian ia berkata: “Hendaknya setiap orang yang berkepala rela menundukkan kepalanya demi menghormati Habib Umar al-Attas dan demi menghormati kebesaran Allah, sesungguhnya aku mendengar suara gemerincing dari langit, demi untuk menghormati Habib Umar. Beliau juga mengatakan kini tidak seorangpun di kolong langit yang lebih mulia dari Habib Umar al-Attas.

Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad pernah menyatakan di sebuah suratnya yang ditunjukkan pada seorang muridnya bahawa di zaman itu tidak seorang walipun yang setara dengan Habib Umar al-Attas.

Disebutkan oleh salah seorang murid Habib Abdullah al-Haddad, bahawa ketika aku berada di majlis Habib Abdullah al-Haddad, maka tergerak hatiku untuk menanyakan kepada beliau tentang sifat Habib Umar al-Attas. Maka secara spontan Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Seorang yang mengenali Habib Umar al-Attas, maka ia akan dapati sifat Habib Umar al-Attas mirip dengan Sayyidina Abdurrahman as-Seggaf”.

Kata al-Habib Abdullah al-Haddad: “Habib Umar al-Attas adalah ibarat hati dan kebenaran yang dimiliki oleh seseorang dan orang itu tidak memiliki nafsu apapun.”

Ketika Habib Abdullah al-Haddad ditanya seseorang, apakah Habib Umar al-Attas meninggalkan karya tulis atau bait-bait puisi?” Jawab Habib Abdullah: “Yang ditinggalkan oleh Habib Umar adalah orang-orang seperti aku, Syeikh Ali Baras dan Syeikh Muhammad Bamasymus”.

Ketika orang menyebut-nyebut sifat Habib Umar al-Attas di hadapan Habib Abdullah al-Haddad, maka beliau berkata: “Itu orang (al-Habib Umar) yang pepohonnya ditanam atas dasar tawadhu dan lemah-lembut, sehingga tangkai-tangkainya seperti itu juga”.

Selanjutnya Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi menyebutkan berbagai sifat yang dimiliki oleh Habib Umar al-Attas sebagai berikut:

Habib Umar al-Attas, sejak di usia kecil, beliau sudah gemar beribadah, zuhud dan menjaga dirinya baik-baik dari sifat buruk.
Beliau sentiasa menghormati para Wali Allah, pengayom kaum Muslim, wanita-wanita janda dan anak-anak yatim.

Habib Umar selalu menghibur mereka dengan berita-berita baik, sehingga mereka amat meyakini dan mencintai Habib Umar sepenuh hati.

Di kalangan umum dan khusus, Habib Umar dikenal sebagai orang yang penuh kasih sayang.
Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Al-Habib Husin bin Syeikh Abu Bakar sangat sangat bangga dikarenakan Habib Umar menuntut ilmu dari beliau”.

Habib Ali al-Attas berkata: “Habib Umar al-Attas sangat bangga dikarenakan Habib Abdullah al-Haddad menuntut ilmu dari beliau”.

Habib Muhammad bin Abdurrahman Madihij selalu menganjurkan murid-muridnya untuk pergi ke kota Huraidzah bila mereka memohon ijazah ilmu dari beliau sebab ketika itu Habib Umar al-Attas masih hidup. Menurut beliau Habib Umar adalah tokoh semua keluarga Ba’alawi.

Murid-murid yang pernah belajar dari Habib Umar al-Attas

Di antara murid-murid yang pernah belajar dari Habib Umar adalah: Putra-putra beliau, di antaranya adalah Habib Husin, Habib Salim, Habib Abdurahman, saudara-saudara beliau Habib Aqil, Habib Abdullah al-Haddad, Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi, Habib Ahmad bin Hasyim al-Habsyi, Habib Abdullah bin Ahmad Balfaqih, Habib Muhammad bin Abdurrahman Madihij, Sayis Ali bin Umar bin Husein bin Ali bin Syeikh Abu Bakar, Syeikh Ali Baras, Syeikh Muhammad Bamasymus, Syeikh Muhammad bin Umar Alamudi yang dikenal dengan jolokan Ghozali di Budzah, Syeikh Abdullah bin Usman Alamudi, Syeikh Abdullah bin Ahmad Ba’afif Alamudi, Syeikh Aqil bin Amir bin Daghmusy, Syeikh Sahal bin Syeikh Ahmad bin Sahal Ishaq, Syeikh Abdul Kabir bin Abdurrahman Baqis, Syeikh Muhammad bin Abdul Kabir Baqis, Syeikh Alfaqih Ahmad bin Abdullah bin Syeikh Umar Syarahil Syeikh Umar bin Salim Badzib, Syeikh bin Salim Baubad, Habib Husein bin Syeikh Ali bin muhammad al-Aidrus, Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan, Habib Zein bin Imron Ba’alawi, Syeikh Abbas bin Abdillah Bahafash, Syeikh Umar bin Ahmad al-Hilabi, Abu Said, Habib Abdullah bin Muhammad bin Basurah, Syeikh Muzahim bin Ali Bajabir, Syeikh Ali bin Sholeh, Qouzan Zahir, Al-Faqih Abdurrahim Bakatir, Syeikh Salim bin Abdurrahman Junaid Bawazir, Syeikh Abu Bakar bin Abdurrahman bin Abdul Ma’bud Wazir, Muhammad bin Umar Bawazir, Syeikh Abdullah bin Sad Bamika Syibami, Syeikh Ahmad bin Muhammad Bajamal, Syeikh Ali bin Toha as-Seggaf, Syeikh Umar bin Ali az-Zubaidi Al-Faqih Abdullah bin Umar Ba’ubad, Syeikh Ali bin Ahmad bin Wurud Bawazir, Habib Aqil bin Syeikh as-Seggaf, Habib Syeikh bin Abdurrahman al-Habsyi, Syeikh Ali bin Haulan, Syeikh Ali bin Kosim al-Udzri, Syeikh Mahmud Jummal an-Najar yang pernah bertemu dengan Hidzir tetapi tidak meminta do’a karena merasa cukup dengan do’a gurunya iaitu Habib Umar.

Habib Umar bin Abdurrahman Albar pernah berkata kepada Habib Ali bin Hasan al-Attas: “Wahai Ali, sesungguhnya seluruh penduduk Hadhramaut pernah berhubungan dengan kakekmu al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas. Di antara mereka ada yang berhubungan dengan beliau dari satu jalur, ada yang berhubungan dengan beliau dari dua jalur, bahkan ada yang berhubungan dengan beliau dari tiga jalur”.

0 komentar: